Pengalaman yang baru saya peroleh adalah saya bisa melaksanakan latihan dan praktik coaching dengan rekan CGP pada ruang kolaborasi, menjadi coach dan coachee secara bergantian. Saya juga memperoleh pengalaman baru sebagai supervisor, coach dan coachee melaksanakan percakapan coaching pra-observasi, observasi dan pasca observasi.
Pada awalnya saya merasa bingung tentang konsep coaching ini, apalagi materi pada eksplorasi konsep sangat banyak. Saya khawatir tidak dapat memahaminya dengan baik. Namun, saya menjadi lebih termotivasi dan antusias agar memahami materi coaching ini dengan baik. Alhamdulilah, saya merasa lebih  tercerahkan setelah mendalami konsep coaching ini, dan senang karena bisa mempraktikan coaching dengan teman sejawat.
Hal yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dalam proses belajar adalah saya menjadi coach dan supervisor yang cukup baik dengan memperhatikan prinsip coaching dan keterampilan inti coaching. Saat ini, saya sudah dapat menhadirkan diri secara penuh untuk coachee, dan tidak terbawa suasana ketika coachee menyampaikan permasalahannya.
Hal yang perlu diperbaiki adalah mengajukan pertanyaan yang lebih berbobot kepada coachee, dan lebih memperbaiki alur TIRTA. Dengan demikian, saya tidak berpuas diri. Saya akan terus berlatih menjadi coach untuk murid dan rekan guru di sekolah.
B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Terkait dengan materi modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik, bahwa terjadi perubahan padadigma supervisi akademik dengan prinsip coaching. Yang menjadi pertanyaan, "Bagaimana supervise akademik tersebut dapat dilakukan di sekolah tempat saya mengajar?"
Selama ini, supervisi akademik yang dilaksanakan di sekolah belum dapat mengembangkan kompetensi diri saya secara optimal dan belum dapat mengembangkan kegiatan pembelajaran. Supervisi akademik yang saya rasakan masih berupa sebuah rutinitas untuk menilai kinerja saja, dan saya merasa perlu melaksanakan kegiatan pembelajaran sebaik mungkin untuk mencapai kriteria yang diinginkan supervisor. Umpan balik yang diberikan pun berupa kekurangan-kekurangan yang harus saya perbaiki. Terkadang, saya merasa sedang dihakimi ketika pelaksanaan supervisi akademik tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, maka kepala sekolah perlu melaksanakan supervisi akademik yang dapat mengidentifikasi kebutuhan. pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan tepat. Oleh karena itu diperlukan paradima berpikir yang memberdayakan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah, salah satunya dengan paradigma berpikir coaching.
Yang menjadi tantangannya adalah bagaimana jika kepala sekolah belum memiliki pemahaman dan keterampilan coaching untuk supervise akademik? Untuk menjawab tantangan tersebut, alternatif pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut.
- Berbagi pemahaman dan pengalaman "coaching untuk supervise akademik" kepada komunitas praktisi "Cyber" yang saya rintis.
- Mempraktikan coaching dengan rekan sejawat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid dan mengembangkan komperetnsi rekan sejawat.