Mohon tunggu...
Al Widya
Al Widya Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

...I won't hesitate no more... just write...!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Lotterry [The Story of Harnowo Laksono]

11 Januari 2012   08:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:02 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah kemudahan akan datang tanpa terduga ketika kita dengan mudah mengulurkan tangan membantu sesama makhluk tuhan. Keikhlasan akan selalu di hitung hanya oleh Allah bukan lainnya dan di bayarkan sesuai dengan jumlah ikhlas yang kita keluarkan… bahkan lebih!!.. wallahualam…

Begitulah Pak de Harno pernah menyampaikan kalimat itu… saya masih belum begitu paham arti kalimat tersebut [dasar duduls hahaha… ] masak sih Allah mau hitung hitungan begitu… Tetapi akhirnya saya bisa memahaminya setelah mendengarkan kisah ini…………….

-----

“ Mas Harno… bisa minta tolong?...” Bu Parti masuk ke rumah Harno dan duduk di lantai. Memang di ruang tamu kontrakan sederhana Harno dan istrinya itu tidak terdapat kursi tamu, hanya tikar pandan yang terbentang dan meja kecil tempat meletakkan kopi dan makanan kecil yang biasa dihidangkan Warti istri Harno.

“ Ada apa bu Parti… kelihatannya kok penting sekali..” Harno yang sore itu sedang duduk duduk bersama istrinya yang sedang hamil tua anak pertama di ruang tamu melihat raut muka tetangganya itu sedih.

“ Bisa pinjam uang buat membawa suami saya ke rumah sakit, tadi siang saya berobat ke puskesmas dan dokter menganjurkan di rawat inap di rumah sakit.. tapi saya ndak punya uang….. anak saya yang bekerja di Jakarta baru bisa kirim uang minggu depan…”

Harno memandang istrinya, sejenak kemudian Warti menganggukkan kepalanya dan berdiri masuk kamar . Tak lama kemudian Warti keluar kamar dan menyerahkan uang sebesar limaratus ribu kepada bu Parti.

“ Ini saya ada cuma limaratus ribu.. sebenarnya uang itu untuk persiapan persalinan saya, tapi kata bidan masih tiga minggu lagi…jadi bu Parti bisa pakai dulu…mudah- mudahan pak Bari segera sembuh…..”

“ Terima kasih ya mbak Warti dan mas Harno…. Saya pamit mau segera ke rumah sakit….”

Harno dan Warti memandang kepergian bu Parti. Warti kembali duduk di ikuti Harno.

“ Dik… kita khan masih punya waktu menjelang saya gajian beberapa hari lagi.. uang yang di pinjam bu Parti jangan di tagih ya… kita ikhlaskan saja.. mudah-mudahan kita juga di beri kemudahan oleh Allah..” Harno berkata sambil mengelus kepala istrinya.

“ Iya, mas… saya ikhlas kok… “ Warti tersenyum

Pada waktu itu Harnowo seorang tentara berpangkat rendah dengan penghasilan tak lebih dari enam ratus ribu sebulan. Sementara sang istri Warti semenjak menikah setahun yang lalu sudah tidak bekerja di pabrik konveksi karna mengandung. Di awal kehamilannya ia sempat menerima jahitan dari tetangga sekitar untuk menambah uang belanja dan menabung sedikit demi sedikit.

Malam itu Warti sedikit gelisah tak bisa tidur… rasanya gerah sekali… jam menunjukkan pukul 22:00 wib, tiba tiba ia merasakan perutnya sakit … semakin lama sakitnya semakin terasa melilit…

“ Mas… mas… perutku sakit… mungkin mau melahirkan…” Warti membangunkan Harno yang tertidur pulas di sampingnya.

“ Lho… bukannya kata bidan masih tiga minggu… “ Harno sedikit panik, Sambil mengenakan celana panjang dan jaket ia bersiap siap mengantarkan istrinya ke rumah sakit.

“ Dik, saya keluar sebentar memanggil becak.. jangan kemana mana dulu ya…”

“ iya, mas… cepatan ya…” Warti duduk sambil menahan perutnya yang semakin melilit.

Dalam perjalanan menuju rumah sakit Warti semakin merasakan sesuatu akan keluar dari dalam perutnya.. tangannya menggenggam lengan Harno dengan erat …

Baru beberapa menit saja memasuki ruang bersalin Harno sudah mendengar suara tangis bayi… Alhamdulillah… kelahiran yang lancar…Harno tak henti bersyukur ..

Jam baru menunjukkan pukul 23:30 wib, proses persalinan yang sangat cepat. Warti sudah pindah di ruangan rawat sementara bayi perempuan mungil berada di sampingnya.

“ Mas.. bagaimana biaya persalinannya… bukankah kita sudah tidak punya uang…” Warti berbisik kepada suaminya.

“ Tenang saja dik… besok mas akan pinjam uang ke kantor …. Tapi pagi ini mas pulang dulu, ya.. mau mengubur ari-ari anak kita dan mencuci pakaian yang kotor terkena darah… “ Harno mencium kening istrinya dan anaknya lalu meninggalkan rumah sakit menuju rumahnya.

Sebelum meninggalkan rumah sakit Harno mampir ke bagian administrasi menanyakan kemungkinan biaya yang harus ia bayar untuk persalinan istrinya. Beberapa saat kemudian petugas memberitahukan bahwa biayanya kemungkinan sekitar tujuh ratus ribu rupiah.

Sambil menenteng tas berisi baju kotor dan bungkusan ari-ari, Harno berjalan menyusuri trotoar. Ia sengaja berjalan kaki karna jarak dari rumah sakit ke rumahnya hanya sekitar 1 km… Dalam perjalanan ia terus berfikir bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu. Dari kantornya ia paling hanya bisa meminjam tiga ratus ribu rupiah.. itupun baru besok Senin bisa ia ambil uangnya karna hari ini Sabtu ..lalu kalaupun ditambah gajinya yang tinggal empat ratus ribu, karna memang sudah terpotong pinjaman sebelumnya, masih kurang dan bagaimana untuk makan kesehariannya? aku harus mencari kemana… di dompet hanya ada uang sebesar lima puluh ribu rupiah.. mengingat ini tanggal tua… itu saja sebagian ia terima dari istrinya sisa uang belanja.

13261601311372546194
13261601311372546194
Malam itu jalanan sepi tetapi masih ada beberapa angkringan , maklumlah ini kan malam minggu. Melewati trotoar di dekat taman dilihatnya seorang kakek tua dengan tas kumal di dekapannya.

“ Mas… mau beli kupon lotere ? saya beli tadi pagi di dekat terminal.. nomornya bagus lho mas… “

“ Lotere apa, mbah…” Harno memang mengetahui ada kupon undian yang di jual secara resmi, namun ia belum pernah sekalipun membelinya. Ia kurang menyukai hal -hal yang berbau judi.

“ Begini, mas… saya mau pulang ke kampung .. tapi dompet saya di copet…ludes semua uang saya… dari siang saya belum makan mas… tapi ndak punya uang untuk beli makan… tolong mas, dibeli kupon lotere saya… untuk beli makan… dan bayar karcis bis ke kampung…”

“ … Ya sudah… ini saya beri saja sepuluh ribu…” Harno mengulurkan tangannya menyerahkan satu lembar sepuluh ribuan dari dompet.

“ Lho… harga kupon ini dua puluh ribu, mas…”

“ Saya ndak mau beli kuponnya, mbah… ini saya beri saja…untuk beli makan cukup khan….”

“ Tolong, mas… ini nomor kupon bagus lho mas…. Kalo keluar, ambil uangnya di toko Bares, sebelah terminal…. Ya mas… mau ya…”

“ Ya sudah… nih dua puluh ribu… kuponnya mbah simpan saja…” Harno menambah sepuluh ribu lagi dan menyerahkan uang kepada kakek tua tersebut.

“ Woooo… ndak bisa… saya bukan tukang tipu… saya jual kupon lotere.. ya diterima karna mas sudah membayar… nih… terima kasih ya mas….” Kakek tua itu menyerahkan lima lembar kupon berwarna biru kepada Harno dan pergi begitu saja.

Harno hampir saja melemparkan kupon tersebut ke dalam tong sampah tetapi ia mengurungkan niatnya dan memasukan kupon ke dalam jaketnya… ia tak berniat untuk melihat kupon itu dan meneruskan perjalanannya.

Di dekat pasar ada penjual gerabah yang buka 24 jam… sebuah kendil dari tanah dan perlengkapannya ia beli untuk menguburkan ari-ari anaknya. Semuanya dua puluh ribu rupiah…. Ah masih ada sisa sepuluh ribu.. ia membeli nasi bungkus di sebuah warung seharga lima ribu rupiah.. perjalanan dari rumah sakit membuat perutnya lapar juga.

Sambil menunggu dibungkuskan iseng-iseng ia mendengarkan percakapan beberapa tukang becak yang mangkal tak jauh dari warung itu…

“ Aseemmm…. Nomorku lepaaassss… rugi aku...“

“ Yang keluar berapa?...”

“ Nomor baguuusss… tanggal hari ini… 292929…. Semproooollll…”

Harno tersenyum mendengar percakapan para tukang becak itu. . dilihatnya jam di warung tersebut.. hmm.. pukul 00:15 wib… ia segera membayar nasi bungkus dan segera berlalu dari warung tersebut.

Sampai di rumah Harno segera mencuci dan menguburkan ari-ari anaknya di depan rumah. Setelah selesai ia membuat kopi dan duduk di ruang tamu. Tiba-tiba ia teringat kupon yang diberi oleh kakek tua itu. Diraihnya jaket di meja dan dari kantong jaket tersebut ia mengeluarkan lima lembar kupon berwarna biru… dilihatnya nomor yang tertulis dengan bolpoint … 2..9..2..9..2..9… haaaaaa……. Harno berdiri seolah tak percaya…

Pagi-pagi sekali Harno telah sampai di terminal, Toko bares yang menjual barang barang bekas itu buka 24 jam… dengan langkah ragu ragu Harno memasuki toko tersebut.

“ Nembus ya mas…. Berapa nomor?..“ Tiba tiba seorang pemuda yang sedang duduk duduk di depan toko menyapanya. Pemuda yang ternyata juru tulis kupon tersebut berdiri mendekati Harno dan melihat kupon lotere miliknya.

“ Walaaaaahhh…… edaaaaaannn…. Rugi bandaaaaaarr… hahahaha…..” Pemuda itu tertawa terbahak bahak…..

“ Kenapa mas… Harno terheran- heran….”

“ Sini mas, masuk di dalam saja….” Pemuda itu menarik tangan Harno memasuki sebuah ruangan di bagian belakang toko.

“ Saya ingat kupon ini yang beli mbahnya to…. Kemarin pagi ia membelinya dengan saya…. Begini, mas…. Kupon ini jumlahnya lima lembar… setiap lembar harganya dua ribu.. [ wah, aseem… Harno merasa telah di tipu kakek itu… katanya semua 20 ribu ternyata Cuma 10 ribu..] kalau membus ke enam nomornya satu lembar ini nilainya Tujuh puluh lima juta… jadi dikalikan lima semuanya menjadi Tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah… hahaha… bawa karung nggak, mas….. kalau tidak… di toko ini ada karung bekas kok…“ pemuda itu masih tertawa…

Harno merasa kepalanya pusing .. ia tidak bisa membayangkan membawa uang begitu banyak…. Akhirnya, setelah meninggalkan sejumlah uang untuk pemuda itu.. Harno benar- benar pulang membawa sekarung uang. Entahlah bagaimana reaksi istrinya kalau ia ceritakan semua ini………………………………………………………………

-----

“ Ehm….. pak de… duit sebanyak itu untuk apa saja?... ” tanyaku penasaran

“ Hahahahaha........... begini Al……………” Seperti biasa aku hanya terpesona mendengar setiap cerita yang keluar dari mulut laki laki tua tersebut……………

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun