Mohon tunggu...
wida nafis
wida nafis Mohon Tunggu... -

Manhaj Mutaqoddimun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskusi Tentang Pemikiran Muhammad 'Abid al-Jabiri dan Ibn Rusyd

7 Juni 2010   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:42 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WN:
Emangnya pernah ada Khalifah yang namanya Amir Ya’la Yusuf Ya’qub al-Mansur? Setau kami Yusuf Ya’qub al-Mansur itu salah satu penguasa daerah (Amir) bukan Khalifah.

R:
Oya mbak, ya jelas ga nyambung bila pak nirwan menghakimi filsafat fisika aristoteles untuk mengebiri pandangan filsafatnya ibn rosyd, sebab ibn rosyd memahami ketinggian filsafat metafisikanya aristoteles yang melebihi gurunya yakni plato. kalo pembahasannya fisika coba cek aja filsafatnya ibn bajjah (avempace) yang selalu disandingkan denga galileo oleh orang barat.

WN:
Ketinggian Filsafat Metafisika-nya Aristotle yang melebihi gurunya Plato? Wah…anda ini gimana toh, la wong baik Aristotles dan Plato konsepnya sama-sama absurd dan berantakan kok mau dijadikan “framework” dalam memahami Aqidah Islamiyah?.

Konsep Aqidah menurut Sunnah jelas lebih rasional dari pada konsep the First-nya Aristotles yang tidak mengetahui apa-apa selain dirinya sendiri, alias hanya sebagai “penyebab mula” saja. Yang kemudian oleh Ibn Sina, konsep ini di-adopsi dan diterjemahkan bahwa Tuhan hanya mengetahui hal-hal yang umum (kulliyat), dan tidak mengetahui hal-hal yang parsial (juz’iyyat).

Lebih parah lagi kausalita ala emanasinya Plotinus yang menganggap alam ini azali (tak berawal). Tepatnya, yang kekal dari alam ini baginya adalah 5 hal: 10 akal (intellects), 9 jiwa (soils), dan 9 bola langit (falak), huyuli (matter), dan gambar (form).

Yang kemudian dikembangkan oleh Ibn Sina yang menyatakan, alam ini azali in the sense of time. Sedangkan in the sense of causality, ia tetap “kontingen” (didahului oleh Kausa).

Inilah sebenarnya letak INTI PERMASALAHANNYA.

Asumsi-asumsi Absurd di-atas di “berantakan” oleh kritik al-Ghazali dengan konsep mazhab “asy’ariyyah-nya” yang juga ternyata absurd, Lalu datang Ibnu Rusyd memberantakkan konsep absurd tandingan yang disajikan oleh al-Ghozali tersebut.

Tapi ternyata, apa yang dilakukan oleh Ibn Rusyd juga absurd, sebab Ibn Rusyd yang sangat fanatik dengan “Filsafat paripatetik” tsbt, hanyalah memberikan justifikasi yang apologetis. Menyangkal ini, melupakan itu, dan mengatakan yang lain lagi tentang “Filsafat” atas tuduhan al-Ghazali. (secara umum beliau hanya muter-muter membantah dan menyatakan perbedaan, tanpa memberi argumen yang memuaskan rasio).

Ujungnya beliau, ibn Rusyd “hanyalah” ingin “mengembalikan” posisi Filsafat (dalam hal ini filsafat paripatetik ala Aristotelian yang absurd itu) sebagai satu-satunya ta’wil yang otoratif atas nash.

Anda dapat lihat itu dalam statmen beliau, Talkhis Ma Ba’da Ath-Thabi’ah, Maqalah ke-4, yang diringkas Ibnu Rusyd dari Metafisika Aristoteles (tahqiq Dr. Utsman Amin, cet. th. 1958, hal. 148 dst.) Ibnu Rusyd merepresentasikan Aristoteles menulis:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun