Mohon tunggu...
wida nafis
wida nafis Mohon Tunggu... -

Manhaj Mutaqoddimun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diskusi Tentang Pemikiran Muhammad 'Abid al-Jabiri dan Ibn Rusyd

7 Juni 2010   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:42 1612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Jabiri, kedua sistem ini (bayani dan irfani) hanya berkembang di belahan Timur dunia Islam. Di Barat, yakni di kawasan Maghribi dan Andalusia, kedua sistem ini tidak dianut oleh para intelektualnya. Disini, sistem berpikir yang berkembang adalah metode Burhani, yang puncak keberhasilannya dipersonifikasikan oleh Ibn Rusyd. Di sinilah Jabiri kemudian menyatakan bahwa pemikiran Islam yang berkembang di Barat bukan lanjutan dari yang apa yang berkembang di Timur. Terjadi epistemological rupture diantara keduanya. Jadi Ibn Rusyd bukan kelanjutan dari al-Farabi dan Ibn Sina, apalagi al-Ghazali. Demikian juga, al-Syatibi bukan pelanjut apa yang pernah dikembangkan oleh al-Syafi’i dan lainnya.

Memang tidak sulit untuk melihat nuansa ideologis Jabiri dalam hal ini. Meski dia sendiri menegasikan hal tersebut. Bagi Jabiri, dan juga banyak pemikir lain, Ibn Rusyd dianggap sebagai model pemikir yang harus dicontoh dan dijadikan model jika bangsa Arab dan Islam ingin memajukan peradabannya.

Dalam hal inilah, menurut Pak Nirwan, Jabiri keliru. Dan kekeliruan ini pun dilakukan oleh banyak intelektual di berbagai dunia Islam, termasuk di Indonesia.

Jabiri lupa, bahwa  revolusi sains (sceintific revolution) terjadi di Barat karena orang-orang seperti Bacon, Descartes, dan Newton melakukan terhadap teori-teori fisika Aristotle. Artinya Barat maju bukan karena mereka mengadopsi padangan-pandangan Ibn Rusyd yang Aristotelian, tapi sebaliknya, sains mereka berkembang justru karena mereka meninggalkan teori-teori fisika Aristotle.

3. Dengan mengagungkan Ibn Rusyd, sebenarnya Jabiri ingin mengatakan bahwa kemajuan itu hanya bisa ditempuh dengan rasionalisme. Baginya, akallah yang bisa mengantar peradaban manusia ke puncak kegemilangannya. Sayangnya, tegas Pak Nirwan,  ”akal”  yang disebut Jabiri itu  adalah akal yang dikonsepsikan oleh Barat, yaitu akal positivis yang hanya berpaut pada data-data eksperimental. Disamping itu Jabiri sepertinya sengaja melupakan bahwa rasionalisme abad Pencerahan itu sendiri saat ini sedang mendapat kritikan tajam, bukan hanya dari kalangan ilmuwan Muslim tapi juga dari kalangan intelektual Barat sendiri.

Tentang Ibn Rushd

1. Maaf pak Rifa’I kalau boleh tau siapa yang mengkafirkan Ibn Rushd? Perlu diingat dalam konstruk keilmuan Islam, mengkafirkan “Ide” itu berbeda dengan pengkafiran pada “Personal”.

2. Penolakan para Aimmah terhadap konsep “aristotelian” ala Ibn Rushd ini bukan masalah sekedar Klaim semata. Sebab jelas-jelas konsep ini masih banyak masalahnya dibanding manfaatnya.

Demikian,

# Tanggapan Pak Rifai:

ternyata dahsyat sekali bu/bak wida. oya saya bukan bapak-bapak, saya masih muda jadi tidak pantas saya dipanggil bapak, apalagi belom punya istri dan anak hehehe 
saya bangga dengan abid jabiri, karena beliau mengajak umat islam untuk kembali kepada filsafat, pendekatan yang rasional dengan memanfaatkan fungsi akal (bayani), bukan seperti arkoun melalui fenomenologis dan nasr abu zayd hermeunitis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun