“Bu Nina, ini Hasto! Hasto, ini bu Nina!” kata pak Melazt memperkenalkan mereka berdua.
Kita akan berbicara mengenai pembentukan divisi baru dan Hasto, aku memilih kamu memimpin divisi itu. pekerjaan akan dijelaskan langsung oleh bu Nina,” dan pak Melaz menyerahkan langsung kepada bu Nina. Hasto pelan-pelan, seperti berbisik, ”Kenapa tidak bilang-bilang?” sambil tersenyum kecil menghindari pandangan pak Melaz.
“Oke, Hasto, santai saja silakan duduk,” kata Nina menunjuk sofa, mempersilakan Hasto duduk ditemani Pak Melaz.
Di sana Hasto kurang nyaman, karena ia salah kira bahwa Nina yang dikira temannya ternyata adalah orang dalam kantor yang selama ini masih sekolah. Ia pulang untuk mewakili tugas dari ayahnya.
“Hasto, kamu bisa serius?” kata pak Melaz yang melihat perilaku Hasto kurang memperhatikan, kebingungan.
“Oke, Hasto. Ikuti kata pak Melaz ya!” kata Nina sambil melirik Hasto. Pak Melaz melihat keanehan di antara mereka.
Siang itu di ruang pak Melaz, Hasto mendapat penjelasan panjang lebar mengenai divisi yang akan dipimpinnya sampai sore, menjelang jam pulang.
“O, ya. Sebagai penghargaan, sebagai tanda, ini ada hadiah. Silakan dibuka!” kata Nina diperhatikan oleh pak Melast.
Dan Hasto membuka hadiah dari Nina, ternyata adalah pemukul baseball. Hasto keluar ruangan dengan tongkat baseball di tangan kanan di pundaknya, dan di kiri memegang berkas-berkas dari Nina dan pak Melaz.
Di mejanya, Hasto mendapat ucapan selamat dari teman-temannya. Dan sebagian mencandainya, “Ingat, ajak kakekmu bermain baseball!”
Terakhir adalah Nina keluar dari kantor diikuti pak Melaz memberi selamat.