Hasto masuk kantor setelah berganti baju, dari seragam bersepeda menjadi seragam kantor. Ia segera duduk di ruangannya, membuka satu berkas di mejanya, dan menyalakan komputernya. Ia terlihat membuka buku dan mencermatinya, memeriksanya. Sebentar kemudian dia mengeluarkan buku besar dari tasnya dan mencermatinya di satu halaman.
“Kopinya, Mas,” kata OB sambil menaruh segelas kopi.
“Oke, trims!” Hasto menyahut tanpa melihat.
Dan si OB terus berjalan mengarah ke ruang pak Melaz. Ia membuka pintu dan meletakkan segelas kopi, segelas teh, dan segelas besar air putih.
“Tompi, kamu terlambat lagi?” tanya Pak Melaz mulai sibuk di mejanya.
“Kok lagi? Sama sekali tidak, Pak!” jawab Tompi.
Pak Melaz marah kepada Tompi. Ia menjelaskan bagaimana ia membuka pintu sendiri. Dan Tompi menjelaskan bahwa ia ada di dapur, padahal sudah membersihkan meja, mengepel, tinggal menyiapkan minuman saja.
“Bagaimana pintu masih terkunci?” tanya pak Melaz lagi tampak sibuk sekali dengan dokumen-dokumen.
“Saya ada di dapur, ya, pintu saya kunci lagi. Demi keamanan!” jawab Tompi tak mau kalah.
Tompi lalu menceritakan bagaimana kantor sebelah kecurian hanya dalam waktu seperempat jam, alias lima belas menit. Cepat sekali. Kejadiannya minggu lalu. Ia mendengar dari security di pos depan. Dan pos depan, kehilangan jejak. Dari CCTV, dari nomor motor, dan segalanya buat mengecek. Hasilnya nol. Jadi kuncinya ada di pencegahan, kehati-hatian.
“Jangan sampai kantor kita kecurian juga!” Tompi mengkhiri penjelasannya.