Mohon tunggu...
wahyu 'wepe' pramudya
wahyu 'wepe' pramudya Mohon Tunggu... -

full time sinner, full time pastor, full time husband and father. unresolved mystery about grace. Kontak di bejanaretak at gmail dot com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru, Bukalah Telingamu, Sebelum Membuka Mulutmu

25 November 2015   09:05 Diperbarui: 25 November 2015   12:56 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kakak, kok tidak mulai-mulai kelasnya,” tanya seorang anak sambil menghampiriku.

“Kakak tunggu sampai kalian berhenti main dan duduk diam,” jawabku tegas.

Anak kurus  berkulit putih itu tersenyum nakal dan menyahut, “Kalau gitu kakak ikut main dulu yuk?”  Tangannya menarik tanganku.  Beberapa anak lain pun juga mendorong tubuhku. Adegan selanjutnya?  Seorang guru Sekolah Minggu yang dipersiapkan untuk mengajar kebenaran Firman Tuhan itu bermain kuda-kudaan dengan murid-murid sekelasnya. Tidak perlu dijelaskan siapa yang menjadi kuda, dan siapa yang berebutan untuk duduk atau berdiri di punggung. Guru yang malang.  Anak-anak kelas tentu saja menikmati acara permainan tanpa rencana itu, sementara sang guru terkapar di sudut ruangan dengan rasa gagal dan punggung yang pegal.

***

“Kayaknya saya tidak cocok deh mengajar di kelas kecil,” keluhku pada koordinator kami ketika sharing dan doa bersama untuk persiapan pelayanan.  Saya menceritakan apa yang terjadi.  Tidak ada simpati dari  rekan-rekan yang lain, malah mereka tertawa terbahak-bahak ketika rekannya yang malang harus menjadi kuda yang dinaiki bergantian oleh murid-murid di kelas.

“Cobalah sekali lagi!” jawab koordinator kami.

Sekali lagi? Ya ampun. Sekali saja sudah cukup untuk membuat punggung ini pegal, apalagi kalau harus mencoba sekali lagi.

“Pelajaran minggu depan mudah kok, tentang mengasihi dan menaati orang tua,” lanjut koordinator kami. Sharing akhirnya ditutup dengan doa bersama.

Saya duduk termangu di kelas persiapan. Presentasi menarik dari rekan guru yang lain tidak terlalu saya perhatikan. Saya butuhkan jurus sakti untuk membuat anak-anak diam dan duduk. Bagaimana bisa mengajar kalau membuat anak-anak duduk diam saja saya tidak bisa? Otak saya berputar mencari akal bagaimana membuat anak-anak duduk. Tidak ada ide atau gagasan yang bagus. Buntu.

***

Kamis itu, saya memasuki ruang kelas Sekolah Minggu dengan rasa putus asa. Hm … punggung saya rasanya akan jadi korban lagi hari ini, batin saya. Anak-anak segera menyerbu saya dan berteriak-teriak mengajak main kuda-kudaan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun