"Terus?"
"Sekarang kalau makan semua di-jus. Bagus deh, ada yang warnanya ungu! Katanya Bibi harus rajin makan sayur juga. Tapi kalau lihat kerupuk sukanya makan banyak. Apalagi keik coklat dan bakso!"
Ibu Lana berlari mendekati anak perempuannya itu, membekap mulutnya, menyuruhnya masuk.
"Kenapa?"
"Anu, cerita yang enggak-enggak sama Mbak May."
"Yang enggak-enggak?" tanya May tidak mengerti.
"... tadinya Lana tanya saya mau ke mana, lalu saya bilang mau ke perpustakaan habis itu mampir beli alpukat."
Ibu Lana hanya tersenyum-senyum dan segera pergi sambil membungkuk mendorong-dorong punggung anak perempuannya itu supaya berjalan pulang. Sesekali Lana menengok dan melambai-lambai tangan.
*
"Memang yang susah itu tertibnya," kata Nay sambil memasukkan suapan lalap full dressing ala salad setelah mendengar cerita May bertemu Lana dan ibunya siang sebelumnya. May menyendok potongan dadu dada ayam dan kacang sangrai cincang yang ditaburkan Nay di atas piringnya, lalu menjerumuskan bayam brazil ke dalam mulutnya. Malam itu mereka memakan real food yang demikian nyata wujudnya dari kebun kecil yang mereka rawat di samping pintu dapur. Bayam brazil berhasil tumbuh rimbun dalam pot tanah liat besar.
"Gak usah jauh-jauh. Yang di rumah ini melonjak gula darahnya, misalnya. Sudah tahu gorengan itu sumber karbo, tapi terus-terusan dibeli. Makanya sekarang kita racuni saja orang-orang rumah, supaya mau sehat dan sembuh. Percuma juga kita sodori buku. Mereka juga nggak baca. Kasihan itu buku dokter Tan Shot Yen, dilirik saja. Malah kita yang praktek isi bukunya," sambungnya lagi sambil memercikkan VCO di atas hidangannya.