"... kamu tahu, May, aku sudah siapkan dressing yang cukup simpel dan yummy. Nanti aku beritahu. Itu secret seasoning!" ujarnya mengedip-ngedipkan mata.
May melirik kotak makan Nay yang ditinggalnya mencuci talenan putih persegi panjang yang disukainya itu. Talenan yang tidak boleh tertukar dengan milik siapapun di muka bumi ini, termasuk jika dipinjam May untuk merajang racikan bumbu tumisan. A big no!
"Kamu tahu May, pisang sudah menipis. Nanti aku coba mampir ke Kak Dian. Dan jika kamu nanti di perjalanan dari perpustakaan menemukan ada alpukat keren yang bisa disunting, ambil dua ya!" titahnya lagi sambil mengusap-usap kotak makan yang sempurna tertutup lid hijau muda itu.
May menundukkan kepala, mencomot potongan apel malang dan mengunyahnya benar-benar, menyamarkan anggukannya.
"Ini weekend, kan? Pergi ke mana?" May menarik kertas struk belanja dan mencoret-coret penuh minat di baliknya, daftar belanja hari ini. Nay sudah terlalu sibuk di kantor dan sekarang, pada saatnya bersenang-senang dengan kru Rumah Seruni, malah ada keperluan.
"Oh, ada acara penting. Perayaan. Akan ada tumpeng sepertinya, May. Dan orang-orang tentu akan terkaget-kaget melihat bawaanku yang banyak. Oh, timun mungil itu, tolong bawa kemari," jawabnya sambil menggelar serbet hijau-biru bermotif flanel lalu mengikat segala bawaannya, mengikat saling silang sudut-sudut serbet, mengingatkannya pada cara membawa bawaan orang-orang Jepang bila bertamu atau memberi hadiah.
"Meja ini, sudah selesai? Aku perlu membuat makan siang untuk ibu dan orang-orang rumah."
"Apa? Oh, sudah."
May melirik meja dapur.
"Sudah? Yang benar saja." sungutnya. Dipindahkannya basin ke pelimbangan, menuang air bekas cucian yang digunakan Nay. May tahu, segegap gempita apa yang dilakukan Nay di dapur, dia juga yang membereskannya.
Tumis Jamur Tiram. Tulisnya besar-besar di papan tulis dinding dapur. Kemudian mulailah dia mengeluarkan talenan kayu yang tebal dari rak, lalu memungut rempah dari rak lain di bawah meja: cabai, bawang merah, dan bawang putih.