Mohon tunggu...
Wening Yuniasri
Wening Yuniasri Mohon Tunggu... Guru - Pelajar kehidupan

Menulislah, maka engkau abadi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Invasi 10 dan Sebuah Kapal

14 Agustus 2024   12:07 Diperbarui: 14 Agustus 2024   12:09 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kamarnya itu gudang. Kapal pecah. Lebih pecah lagi dari kapal pecah. Ruangan yang tak bisa dibayangkan oleh seorang pun di dunia ini, ruangan yang dengan penuh ambisi ingin dirapikan, seumur hidupnya. Seolah-olah hanya itu impian utama yang hendak diraihnya. Linda tidak bisa mengelak lagi dari kenyataan itu. Kasihan, sebetulnya.

Kamar itu dulunya ruang makan. Sebuah meja dengan empat kursi di sekelilingnya. Lalu menjadi ruang belajar, sebuah meja belajar partikel berlapis putih dengan pintu di sisi kirinya. Terlukis di situ, seorang anak lelaki memegang gitar di bawah pohon. Meja yang bisa dipakai mereka berdua. Sebuah papan tulis kecil dan wadah kapur tergantung di sampingnya. Wadah kapur itu hadiah sebuah perlombaan; tujuh belasan. Semua dari mereka bisa menggunakan ruang itu untuk pura-pura belajar, pura-pura menyimak, dan pura-pura menjadi murid yang rajin. Linda adalah gurunya dan Wuri adalah satu-satunya murid yang bersedia diajarnya.

Ketika mereka beranjak remaja, kamar itu berubah menjadi ruang serbaguna. Papan tulis diseret ibu mereka menjadi alas buku-buku bekas, tepat di kolong meja belajar partikel yang mulai goyah. Sebuah tempat tidur usang dipasang di situ.

Mereka kehabisan kamar. Rumah diminati orang yang hendak mengontrak. Baru ada dua kamar. Kamar kapal pecah itulah yang ke tiga. Salah satu pintunya disumbat sehingga hanya satu pintu masuk yang bisa digunakan. Sempurnalah ruang yang semula bisa dilewati siapa pun menuju dapur itu, menjadi sebuah kamar. Sempurna.

Lalu mereka pindah.

Mereka kembali setelah lima tahun. Kamar itu, setelah melalui musyawarah, diberikan pada Wuri.

Sepuluh kali revolusi bumi terhadap matahari, begitu kata putaran waktu. Kamar itu dipenuhinya dengan buku. Dari mana dia dapatkan kekuatan untuk mendapatkan buku-buku bagus, Linda tidak ingin tahu.

Kamar itu penuh debu, sama baiknya dengan buku-buku yang datang dan bermalam di situ, bermalam-malam, hingga bilangan tahun berlalu.

Linda mengetahui bahwa Wuri mengalami gangguan pernafasan. Tiada jendela di kamar itu. Satu-satunya adalah "ventilasi" dari kaca mati di ujung dinding yang tinggi.

Semua ingin dia simpan. Termasuk kenangannya bersama masa lalu, tempat awalnya kamar itu dibuat. Tapi dia tidak bisa melepasnya. Terlalu sulit. Terlalu kuat genggam tangannya, enggan membuka.

Dia menyimpan buku-buku si bungsu. Dia menyimpan gulungan proyek si kakak bungsu. Dia juga menyimpan lebih banyak buku lagi di empat rak pendek yang terpisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun