Di negara-negara maju seperti Finlandia, evaluasi pendidikan juga tidak hanya fokus pada hasil akademik, tetapi juga pada pengembangan keterampilan sosial dan karakter siswa. Sistem pendidikan Finlandia menempatkan karakter dan keterampilan hidup sebagai bagian penting dari evaluasi. Ini mirip dengan arah kebijakan AN di Indonesia yang menekankan aspek literasi, numerasi, dan survei karakter.
Sistem Evaluasi yang Selaras dengan Karakter Bangsa Indonesia
Indonesia sebagai bangsa yang multikultural memiliki nilai-nilai yang unik dan kaya. Pendidikan nasional yang berorientasi pada pengembangan karakter bangsa harus mencerminkan nilai-nilai seperti gotong royong, toleransi, rasa kebangsaan, dan kesederhanaan. Sistem evaluasi yang relevan adalah yang tidak hanya melihat hasil kognitif tetapi juga keberhasilan dalam menginternalisasi nilai-nilai tersebut.
Survei Karakter dalam AN dapat menjadi alat yang efektif untuk memastikan bahwa proses pendidikan di sekolah mengarah pada pengembangan karakter yang sesuai dengan budaya bangsa. Selain itu, Survei Lingkungan Belajar juga berperan dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan mendorong siswa untuk tumbuh menjadi individu yang menghargai perbedaan, memiliki empati, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial.
Sistem evaluasi yang relevan dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional harus mampu mengukur aspek-aspek yang lebih luas daripada sekadar pencapaian akademik. Dengan diperkenalkannya Asesmen Nasional, Indonesia telah mengambil langkah maju menuju sistem evaluasi yang lebih komprehensif, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai peraturan terkait lainnya. AN diharapkan menjadi alat untuk memastikan bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya mencerdaskan tetapi juga membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa.
Dengan demikian, Asesmen Nasional diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai capaian siswa, baik dari segi akademik maupun non-akademik. Sistem evaluasi ini selaras dengan karakter bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan integritas, sehingga pendidikan benar-benar berfungsi sebagai proses pembentukan manusia Indonesia yang beriman, berakhlak mulia, cerdas, dan berwawasan kebangsaan.
Perlukan Ujian Nasional Dipertahankan dan Disempurnakan
Sejak diperkenalkan, Ujian Nasional (UN) telah menjadi topik yang sering diperdebatkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. UN bertujuan untuk mengevaluasi kompetensi siswa secara nasional, menetapkan standar capaian pendidikan, dan memastikan kesetaraan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Namun, keberadaannya menimbulkan pro dan kontra, dengan berbagai pihak yang mempertanyakan apakah UN masih relevan dalam konteks tujuan pendidikan nasional dan apakah ujian ini perlu dipertahankan atau disempurnakan.
Dalam upaya menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami UN dari sudut pandang teori pendidikan, pandangan para pakar dalam dan luar negeri, serta regulasi yang berlaku seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Asesmen Nasional (AN) yang menggantikan UN. Berikut adalah kajian menyeluruh tentang apakah UN perlu dipertahankan dan disempurnakan berdasarkan berbagai perspektif tersebut.
Tujuan Pendidikan Nasional dan Relevansi UN
Pendidikan nasional di Indonesia tidak hanya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan hidup, daya saing, dan tanggung jawab sebagai warga negara yang demokratis. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam konteks ini, UN memiliki peran sebagai standar nasional yang memastikan capaian minimal dalam hal literasi, numerasi, serta pengetahuan dasar. Namun, seiring berjalannya waktu, pendekatan UN yang berfokus pada pengukuran hasil kognitif saja mulai dirasa kurang memadai untuk mencapai tujuan pendidikan yang holistik, sebagaimana dicita-citakan oleh undang-undang. Fokus yang berlebihan pada aspek kognitif menimbulkan tekanan akademik, menurunkan motivasi siswa, dan mengesampingkan dimensi pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia seperti gotong royong, toleransi, dan kejujuran.
Pandangan Pakar Terhadap Ujian Nasional
Banyak pakar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, memandang bahwa UN perlu disempurnakan agar dapat mengukur keberhasilan pendidikan secara lebih holistik.
John Dewey, filsuf pendidikan dari Amerika Serikat, berpendapat bahwa pendidikan harus menjadi sarana untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan kehidupan, bukan sekadar sarana untuk mencapai nilai akademik yang tinggi. Evaluasi seperti UN yang hanya menilai kognitif, menurutnya, gagal membekali siswa dengan keterampilan sosial dan etika yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.