Akhirnya kuputuskan meninggalkan wanita berkulit hitam manis yang saat itu sedang duduk di depanku itu, seorang wanita baik-baik yang aku tau saat itu sedang berusaha untuk tetap tegar berdiri di tengah semua rasa sakit dan ketakutan yang selalu datang menghantui nya.
Seorang wanita lugu yang di tengah ketidak tahuan nya bersedia untuk membuka aurat dan kemaluan-nya pada pria yang bukan muhrim nya, demi untuk menjaga keutuhan rumah tangga-nya. Seorang wanita yang begitu tunduk dan patuh pada seorang lelaki yang tidak begitu pandai menjaga harga dirinya.
Seorang wanita yang ditengah ketakutan dan kegalauan hatinya itu duduk terdiam, menanti kedatangan binatang jalang yang dia percaya menjadi kunci pembuka gerbang menuju jalan kesembuhan dan kebahagian rumah tangganya nanti.
Mengenai Wanita Berkulit hitam manis ini silahkan lihat di ; https://www.kompasiana.com/warkasa46919/5b27bff9bde5757e334c3ba3/wanita-di-penghujung-malam
Tapi malam ini, tidak seperti yang sudah-sudah. Dia datang lebih awal menemuiku, setelah membuatkan aku secangkir kopi susu, dia menarik tanganku menuju ke ruang kerjaku. Lalu memintaku untuk segera duduk diatas kursi yang menghadap ke meja kayu itu. Meja kayu yang diatasnya ada laptop kesayangan-ku.
Masih seperti biasa, dia akan segera memintaku untuk segera menghidupkan laptop-nya sambil meletakan secangkir kopi susu di sebelah-nya, tak lupa meletakan sebungkus rokok sebelum dia pergi meninggalkan ku, lalu kembali lagi kedunia-nya.
**
“ Itu siapa? “ Tanyaku, pada wanita berkulit hitam manis yang baru saja meletakan segelas kopi susu di samping laptop diatas meja kerja ku itu, sambil menunjuk dua orang yang kulihat sedang asik berbicara di ujung sana.
Di ujung sana, diatas sofa minimalis. Saat ini aku melihat dua orang sedang duduk, yang satu memakai jubah panjang berwarna putih yang kulihat ada sayap yang juga berwarna putih menyembul dari balik punggung-nya. Sedangkan yang duduk di sebelah-nya adalah seorang lelaki setengah tua, mengenakan jubah panjang berwarna hitam, wajahnya tidak begitu terlihat jelas dari sini karena terhalang oleh jubah hitamnya yang menutupi hingga ke kepala-nya itu.
Sesekali kulihat mereka tertawa, sepertinya mereka berdua cukup akrab, terbukti dari bahasa tubuh mereka yang begitu santai, kulihat seperti sedang bercanda. Dan masing-masing, saat ini kulihat sedang memegang cangkir di tangan-nya.
“ Yang satu itu Malaikat[i].” Katanya lagi sambil menunjuk orang yang mengenakan Jubah panjang serba putih dengan sayap putih yang terlihat menyembul dari balik punggung-nya.