Bagian Dua
Dunia Tanpa Suara
*
Saat ini aku sedang berada di dunia tanpa suara, dunia yang aku tau begitu hidup, Dunia dimana masing-masing karakter dari semua  tokoh-tokoh yang pernah aku ceritakan dalam setiap naskah ceritaku itu begitu hidup. Mereka bukan saja cuma mengajak-ku bercanda, tapi mereka juga terkadang menarik kedua tanganku, lalu menyentuhkan kedua telapak tanganku ke dada mereka. Seolah ingin membagikan semua rasa yang sedang mereka rasakan saat ini.
Dan malam ini seperti biasa, orang-orang yang biasa ku jumpai dan selalu mengajaku pergi kedunia-nya itu sudah berada di depan kamarku, mengetuk perlahan pintu kamar tidurku, ketukan pada pintu kamar yang mungkin cuma aku saja yang bisa mendengar-nya.
Dan seperti biasa, setelah kubuka pintu kamar tidurku, dia tersenyum manis di hadapan-ku, kutatap wajah wanita berkulit hitam manis di depan-ku ini, usia-nya yang sudah tidak muda lagi. Tapi kulihat masih menyimpan sisa-sisa kecantikan masa muda-nya dulu. Senyum-nya masih terlihat begitu manis, bahkan sedikit menggoda menurutku.
Wanita bertubuh molek yang tidak memakai riasan ini menarik tanganku, menuju ke dapur lalu membuatkan segelas kopi susu untukku.
Sambil membawa secangkir kopi susu dia kembali menarik tanganku menuju ke ruang kerjaku, dan seperti biasa, dia sudah tidak sabar agar aku segera kembali lagi ke dunianya.
Aku ingat, saat itu aku pergi meninggalkannya ketika dia sedang menunggu jawaban dariku apakah aku bersedia atau tidak untuk mengobati penyakit yang di deritanya itu.
“ Tapi abang harus janji mengobati kakak, apapun keputusan nya nanti! “
Tuntut-nya waktu itu sambil menatap kedua mataku dalam-dalam, seperti meminta kepastian dari ku saat itu, hanya saja sebelum aku sempat memberi jawaban pada Wanita berkulit hitam manis yang selalu mengenakan Jilbab panjang berwarna hitam itu, sayub-sayub telingaku menangkap suara bidadari kecilku yang sedari tadi terus memanggil-manggilku dari kejauhan.