Namun  mereka begitu  yakin, bahwa nama Tuhan milik merekah- lah yang paling pas dan benar. Sehingga yang lain-nya itu mereka  anggap ngawur dan salah semuanya.
Akhirnya karena tidak ada yang mau mengalah antara satu dengan yang lainnya, mereka mulai berlomba  meng-kampanye-kan tata cara menyebut nama Tuhan milik mereka, lengkap dengan  beberapa slogan di tambah lambang kebesaran dan atribut pakaian dengan merk  yang menunjukan bahwa mereka lah saat ini orang-orang  yang paling pas dan benar cara menghadap ke Tuhannya.
Ketika kutanyakan pada mereka, kenapa membuat aturan dan tata cara sendiri dan berbeda dari yang lainnya, mereka hanya menjawab, mereka ingin tampil beda, biar lebih kelihatan ber-iman. Dan yang pastinya  mudah di kenali sama Tuhan.
Jujur saja aku bingung mendengar jawaban mereka, masak Tuhan bisa ketipu sama penampilan? Tapi ya sudahlah, itukan urusan mereka.
Setelah berpamitan aku pun melanjutkan perjalanan, dari jauh kulihat seorang lelaki yang sedang berdiri di simpang tiga, sepertinya sedang menunggu sesuatu, orang ini sepertinya pernah kulihat sebelumnya, tapi aku lupa entah dimana, Seorang pria gagah, tampan dan sepertinya penuh belas kasih.
Aku terus berlalu dan pura-pura tidak melihatnya, tapi orang itu keburu mengucapkan salam padaku, aku berhenti dan menjawab salamnya. Dia ulurkan telapak tangannya, dan menjabat tangan ku sambil memperkenalkan dirinya, lalu bertanya,
" Apa yang saudara cari sehingga begitu terburu buru?"
Aku pun menjawab," Aku hendak mencari Tuhan, karena kata beberapa orang yang ku jumpai, katanya dia maha tau, aku ingin bertanya, siapa aku, dan dari mana asalku"
Dia tersenyum, lalu berkata,
"Belum pernah adakah orang yang memberi  kabar gembira dan petunjuk  arah pulang padamu?"
Aku menjawab, "Dulu pernah ada, tapi itu sudah lama sekali, dan saat ini semua orang telah lupa, sehingga masing-masing membuat jalannya sendiri-sendiri, yang menurut keyakinan mereka, akan lebih cepat sampai ke tujuan."