Kemudian, program “hiburan malam syariah” yang ditawarkan Sandi saat di acara mata najwa dengan memberi contoh ingin menampilkan tarian salman, tarian daerah dan lain-lain.
Bagaimana mungkin tarian daerah yang merupakan seni budaya bangsa dijadikan alat untuk hiburan malam, image “hiburan malam” identik dengan sisi negatifnya sehingga sangat tidak pantas seni budaya Indonesia digiring ke jurang kegelapan. Tentu ini ide konyol yang tidak masuk akal alias ngaco.
Mungkinkah ide tersebut akan dituangkan dalam debat kedua nanti untuk menutupi masa lalu yang penuh dengan happy-happy?
Jika debat kedua tanggal 27 Januari 2017 terulang seperti penampilan debat pertama maka pasangan Cagub DKI Jakarta akan mirip seperti berikut?
Agus-Sylvi, mempertahankan atau ditingkatkan seperti penampilan debat pertama maka penampilan Agus-Sylvi mengingatkan kita di acara TMOI yang dipandu Eko Patrio dan Vickynisasi (Dewan Cinta) yang banyak sisi kesamaannya, terutama menjadi Agusnisasi.
Ahok- Djarot, mempertahankan atau ditingkatkan dari isi substansi program melalu pemaparan, penjelasan dan bahasa sederhana mudah dipahami semua kalangan masyarakat sebagai bentuk cerminan dari gaya sepasang pemimpin sehingga peluang mendongkrak elektabilitas bisa mencapai diatas 50% dan nilai penguasaan debat diatas 60%.
Anies-Sandi, mempertahankan atau ditingkatkan tidak lebih seperti motivator yang sedang menyampaikan materi atau pemuka agama yang sedang ceramah, tidak peduli materi atau gagasan yang dikemukakan bisa dikerjakan atau tidak, yang penting waktu digunakan untuk memaksimalkan bahasa retorikanya.
Salam Debat…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H