Penguasaan materi dari 2 tema diatas masih dikuasai Ahok-Djarot karena sudah dikerjakan dan dinikmati masyarakat sehingga semakin banyak kritikan pada debat kedua maka tidak akan memojokkan Ahok-Djarot, justru dari kritikan akan memberi kesempatan dibalas dengan jawaban penjelasan dari program-program yang belum diketahui warga.
Ahok maupun Djarot sama-sama politisi yang kenyang akan pengalaman birokrasi yang sangat paham program apa yang akan ditawarkan sehingga wajar nilai diukur dalam segi apapun tetap unggul.
Anies-Sandi
Pasangan yang lebih bermain dengan kata-kata di debat pertama hingga dicap sebagai pasangan Cagub “Retorika” sangat mendominasi sehingga bahasa yang ditampilkan terlihat menarik namun mengecoh kata-kata yang sesungguhnya sama saja dengan kata-kata umum seperti contoh kata “Gagasan” dan “Program”.
Pilihan kata “Gagasan” lebih berwibawa dan jarang digunakan dibandingkan dengan kata “Program” yang lebih familiar, padahal pengertiannya sama saja dan beda-beda tipis. Cerdasnya pasangan Anies-Sandi terutama Anies memilih kata-kata yang asing menunjukkan jatidiri sebagai sosok yang pintar beretorika seperti kalimat berikut :
“Jangan hanya kerja, kerja, kerja, harus punya gagasan, harus punya kata-kata…..”
“Bung Karno mengatakan, banyak bicara, banyak bekerja, bukan hanya banyak bekerja tanpa bicara”
“Tugas pemimpin mengirimkan pesan, itu menggunakan kata-kata”
“Kalau anda meremehkan kata-kata maka dapat memecah belah warga Jakarta” (Sumber)
Contoh kalimat retorika yang sangat kental, bagi warga dengan latar belakang pendidikan rendah mungkin pernyataan Anies sangat menarik, namun bagi warga lulusan SMA/Perguruan tinggi/ Mahasiswa, pernyataan Anies sangat menggelikan dan tidak nyambung.
Kenapa menggelikan? Orang yang bisa kerja, kerja, kerja, karena disebabkan karena ada gagasan, program, rencana dan sebagainya. Tidak mungkin orang kerja, kerja, kerja tanpa dimulai dengan gagasan, program, rencana dan sebagainya.