Dina melihat ke arah Marina dengan tatapan yang menginginkan penjelasan darinya, lalu kembali menatap Patrick.
“Dia? Jadi, dia penyebabnya?”
Marina memejamkan mata berusaha untuk menyusun kalimat dengan cepat dan tepat agar Dina tidak salah paham dan jadi kalap. Tetapi, belum sempat Marina mengeluarjkan kata-kata itu, Patrick mendahuluinya.
“Yeah, benar! Memangnya kenapa? Harus kuakui dia lebih baik dari kamu dalam banyak hal. I’m sorry...”
“Apa?!” seru Dina kesal, dia lalu masuk kamar dan hening beberapa saat sampai dia keluar lagi dan, “plakk!!” sebuah tamparan keras mendarat di pipi Marina, lalu Dina beranjak pergi begitu saja persis seperti apa yang sudah dia ucapkan tempo hari.
Marina merasa marah dan membanting pintu tepat di hadapan wajah Patrick hingga hidungnya yang mancung memerah dan sedikit mengeluarkan darah.
“Puas, kan sekarang! Sudah kubilang berkali-kali kalau akan begini jadinya, tapi kamu egois! Cinta itu nggak egois seperti kamu! Sekarang pergi kamu dari sini!”
“But...”
“Pergi!” Marina kesal hingga melemparkan vas bunga ke arah pintu hingga pecah berkeping-keping.
Ibu Marina yang baru saja pulang langsung terkejut mendengar suara pecah berhamburan dari dalam rumahnya dan seorang anak muda bertampang bule berlari keluar dari halaman rumahnya dengan hidung mimisan.
***