“Berangkatlah ke sekolah besok, oke! Gambatte!!” Dina tersenyum melihat kelakuan ibunya Marina yang menirukan gaya karakter dorama Jepang, kesukaan Dina dan Marina.
“Haik!” balas Dina dengan tak kalah bersemangat. Kesedihan Dina seperti terhapuskan seketika itu juga. Mungkin sudah seharusnya Dina menikmati kehidupan ala Marina dan ibunya yang hangat dan menenangkan.
***
Selama tiga bulan Dina betah tinggal bersama Marina dan sama sekali tidak mau pulang meski sang Papa sudah berjuang keras membujuknya lewat telepon.
“Please, pulanglah! Apa kamu tidak rindu dengan Papa, heh?! Papa sudah kangen sekali sama kamu, Honey!”
Dina menggeleng, “entahlah, Pa. Sepertinya disini lebih baik daripada aku harus di rumah kesepian dan jadi anak pembantu, bukan anak Papa ataupun Mama.” Jawabnya dengan nada ketus.
“Din, Papamu telepon lagi, ya?” tanya Marina saat dia memasuki kamar Dina.
Dina mengangguk saja, dia sedang malas bicara.
“Din, lebih baik kamu pulang saja, deh! Aku kasihan sama Papa kamu, Din. Nanti aku antar sehabis makan malam, gimana?”
Dina tidak bergeming.
Hari beranjak senja, tetapi Dina tidak juga beranjak dari ranjangnya.