“Sure! Aku baru saja mendapatkan pesan singkat darinya.” Lalu Dina mengangsurkan ponselnya yang berisi sebuah pesan singkat dari ayahnya.
“”
“Oh, it’s so sweet! Maybe, she’s confuse?! Aku pernah berada dalam situasi seperti itu dan kukira Kau harus memakluminya karena bagaimanapun, klien adalah aset bagi perusahaan papamu.”
“Yeah, maybe.” Jawab Dina sedikit melunak. “Ngomong-ngomong, Marina sudah datang?”
Mereka berdua lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas, tetapi tidak juga mendapati sosok Marina hingga bel masuk berbunyi.
“Late again!” kata mereka hampir bersamaan.
***
“Hei, ini es krimku!” Dina berseru saat melihat es krimnya dilahap oleh Marina.
“Emh...bukankah perjanjiannya begitu, yang terlambat makan jatah dessert sahabatnya?!” kata Marina berusaha mengklarifikasi sambil tetap asyik menyendok es krim.
“Terbalik! Harusnya aku yang makan yogurt kamu, sini balikin! Enak aja, siapa suruh datangnya telat, wek!!” kata Dina mengejek. “Nih, lihat aku!” kata Dina dengan wajah menyeringai dan bersiap membuka tutup botol yogurt. Sedangkan, Marina berkaca-kaca memandangi yogurtnya yang perlahan tapi pasti menyusut hingga tegukan yang terakhir. Sial!, rutuknya dalam hati sembari komat-kamit berdoa semoga mulai besok Dina akan selalu datang terlambat agar dia bisa membalaskan dendam yogurt-nya.
“Psst..Rin...nomer sepuluh sampe lima belas!” seru Dina dengan secepat kilat pada Marina yang tengah asyik menulis jawaban di belakangnya. Belum selesai Marina menuliskan contekan, sebuah kertas melayang mengenai kepalanya. Saat Marina mencari tahu asal-muasal si kertas, Patrick menatapnya dengan wajah memelas. Ada sekitar lima belas nomer yang dimintai jawaban oleh Patrick.