Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia yang mempercayai menulis untuk menyembuhkan

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Tua dan Secangkir Teh

16 Maret 2017   08:45 Diperbarui: 16 Maret 2017   08:49 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tidak apa-apa, Kek. Begini saja sudah cukup.” Kataku berusaha untuk menghargai usahanya.

“Kalau begitu silakan diminum.”

“Terima kasih.”

Aku lalu mengambil beberapa bongkah kecil es dan mulai menyeduh teh lalu menyesapnya sedikit-sedikit. Ada rasa yang asing masuk ke dalam mulutku dan perlahan kurasakan mengalir ke lambung. Warnanya memang seperti teh pada umumnya, tetapi memiliki cita rasa yang lain. Pedas dan wangi khas yang pekat. Sepertinya kedai teh ini tidaklah sesederhana penampilan luarnya, ada cita rasa seni tingkat tinggi begitu memasukinya.

Rasa haus yang sedari tadi menghantui perjalanan pulangku perlahan mulai menyingkir dan ada perasaan lain yang datang bersamaan dengan hilangnya perasaan hausku, aku menjadi sedikit lebih segar, seperti menemukan semangat baru. Kulirik jam tanganku, satu jam lagi aku harus mengikuti kelas melukis dan itu artinya aku harus segera pulang agar bisa bersiap-siap. Akupun berdiri dan mendekat ke arah Kakek yang sedang sibuk menyeduh sesuatu di balik meja pemesanan.

“Berapa semuanya, Kek?”

Kakek itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum ke arahku.

“Benar kamu bisa melukis?”

Bukannya menjawab pertanyaanku, beliau malah balik bertanya. “Iya, begitulah.”

“Kalau begitu datanglah lagi besok. Bawa semua alat lukismu dan lukislah wajah Kakek.” Kata-katanya seolah menantangku. “Bayarlah the seduhan Kakek dengan karyamu. Bagaimana?”

Meskipun masih diliputi tanda tanya, tetapi aku mengiyakan tantangan si Kakek. “Baiklah. Besok saya pasti akan datang lagi.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun