Mohon tunggu...
Wahyu Andriyani Lumik
Wahyu Andriyani Lumik Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Wahyu Andriyani Lumik mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Horor

Rumah Sakit Angker

22 Juni 2023   09:56 Diperbarui: 22 Juni 2023   09:59 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah sakit swasta yang sudah terbengkalai selama lebih dari lima tahun itu kini mulai digunakan kembali. Sudah hampir enam bulan ini, pekerja sibuk merenovasi. Kabar yang beredar, rumah sakit itu dulu terpaksa harus dikosongkan karena ada kesalahan manajemen yang membuat rumah sakit itu bangkrut namun kini rumah sakit itu telah resmi dibuka kembali. Rumah sakit yang dulunya angker kini semakin angker karena sudah bertahun-tahun tidak digunakan. Namun masyarakat lebih memilih rumah sakit ini karena biaya yang terjangkau serta fasilitas yang memadai. Orang yang menyambut baik akan dibukanya rumah sakit itu adalah Roni dan Anton. Lamaran mereka sudah mendapat jawaban. Memang benar, pak Burhan selaku kepala rumah sakit lebih memberikan kesempatan kepada tenaga medis yang dulu pernah bekerja di sana namun rumah sakit juga membuka kesempatan untuk perawat baru yang akan mulai berkarir.

Pak Burhan     : “Selamat bekerja mas Roni dan mas Anton”

Roni dan Anton          : “Terima kasih pak” (sambil menundukkan kepala)

Roni dan Anton mendapat tugas sebagai perawat shift malam. Meski agak ngeri karena rumor yang beredar akan keangkeran rumah sakit itu tapi bagaimanapun juga mereka harus menjalankan tugasnya.

Roni    : “Semoga kalaupun ada demit di sini tidak mengganggu”

Anton  : “Kamu merasa betah bekerja di sini?” (tanya Anton kepada Roni)

Namun yang ditanya nampakknya tidak menjawab. Hanya mengelus-elus jenggot yang tinggal beberapa helai saja. Roni lalu memandang Anton.

Roni    : “Betah tidak betah namanya mencari nafkah dan pengabdian Ton” (jawab Roni seakan penuh filosofi)

Anton nampak tersenyum mendengar jawaban itu.

Sudah satu bulan lebih mereka bekerja di rumah sakit itu. Semakin hari semakin bertambah pasiennya. Pada hari itu, pasien yang masuk ada tujuh pasien yang salah satunya adalah orangtua seorang pejabat sehingga Roni dan Anton tidak bisa duduk santai malam ini. Mau orangtua seorang pejabat ataupun orang biasa, Roni tidak berpikiran sedikitpun untuk mengistimewakan.

Anton  : “Justru itu Ni. Kalau pejabat lain pasti sudah dibawa ke rumah sakit elit. Dibawa ke Jakarta misalnya.justru pejabat yang satu ini lebih merakyat beliaunya. Makanya rumah sakit ini dipercaya untuk menangani orangtuanya.”

Roni hanya menganggukkan kepala. Malas untuk berdebat. Bersamaan dengan Roni menganggukkan kepala terdengar bunyi bel dan lampu monitor yang berasal dari kamar nomor 7. Kamar itulah kamar orangtua pejabat yang dimaksud.

Sampai di kamar, Roni tertegun melihat nenek-nenek yang beristirahat dengan pulas. Sementara si penunggu jugatidur dengan nyenyaknya.

Roni    : “Kalau mereka sedang beristirahat lalu yang memencet bel tadi siapa?” (Roni bergumam sambil melihat sekeliling)

Merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Roni kembali ke ruang piket.

Anton  : “Ada sesuatu?” (tanya Anton)

Roni    :”Lha wong nggak ada yang ngebel kok. Semuanya pada tidur” (jawa Roni dengan serius)

Jawaban itu terbantahkan ketika kamar nomor 7 kembali memanggil. Anton yang melihat itupun, memberi isyarat kepada Roni bahwa kamar nomor 7 memang memanggil. Roni pun mengerutkan dahi dan bergidik ngeri seakan tidak percaya namun dia sendiri melihatnya bahwa memang kamar nomor 7 kembali memanggil.

Anton : “ Kamu takut? Yawis aku yang coba ngecek”

Anton pun bangkit dari duduk lalu berjalan menuju kamar nomor 7. Hati-hati sekali Anton melangkah masuk. Ia takut mengganggu pasien yang sedang beristirahat.

Dua langkah mendekat. Dan berdeguplah jantung Anton dengan keras. Ia memang melihat seorang perempuan yang memang tidur di sofa. Ia tau perempuan itu yang menunggui pasien. Tapi disamping nenek yang tengah tidur itu ia melihat seorang perempuan berambut panjang dengan pakaian putih kumal yang duduk membelakanginya sehingga Anton tidak bisa melihat wajah perempuan itu. Anton melihat perempuan itu dengan perasaan berdebar.

Anton  : “Orang apa bukan ya” (gumam Anton)

Pori-pori di kedua tangannya mengembang. Bulu kuduknya berdiri. Ia bergidik. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas kembali ke ruang piket. Setelah sampai di ruang piket, Anton mengambil air dan meneguknya beberapa kali sambil mengatur napas yang masih ngos-ngosan lalu menanyakan sesuatu kepada Roni.

Anton  : “Ni, di kamar 7 tadi kamu melihat ada berapa orang di sana?”

Roni    : “Kan aku sudah bilang hanya ada seorang pasien dan penunggu” (menjawab dengan penuh keheranan akan pertanyaan yang dilontarkan Anton)

Anton terlihat semakin pucat. Ia menoleh sekitar. Roni melihat tingkah temannya itu dengan penuh keheranan. Roni pun kembali menanyakan perihal pertanyaan Anton barusan.

Roni    : “Sebenarnya ada apa to Ton kok kamu kayak orang kebingungan aja?” (tanya Roni)

Anton  : “Aku tadi melihat yang di kamar ada tiga orang. Satu pasien, satu lagi penunggu pasien yang tidur di sofa dan yang satu perempuan berambut panjang sepinggang berbaju putih kumal yang membelakangiku” (menjawab dengan kata yang masih terbata-bata karena masih ngos-ngosan).

Anton kembali bertanya.

Anton  : “Apa kamu juga melihat perempuan itu saat kamu memeriksanya tadi”?

Roni    : “ Aku tidak melihatnya. Jangan-jangan yang kamu lihat itu....KUNTILANAK”

Mereka menyebut kata KUNTILANAK itu secara bersamaan. Bulu kuduk mereka berdiri. Mereka saling pandang dengan perasaan takut.

            Bunyi tanda panggilan kembali terdengar. Kali ini kamar nomor 3 yang memanggil. Roni mengeceknya sendiri karena temannya masih terlihat ketakutan. Rupanya selang infus pasien nomor 3 mampet. Roni segera membetulkannya. Pak Tarno selaku penunggu pasien mengucapkan terima kasih.

Pak Tarno : “Maturnuwun mas. Rumah sakit ini istimewa. Dokternya sregep-sregep. Malam-malam saja mau nengok pasien”

Roni    : “Dokter???

Dokter hanya ada saat pagi dan sore hari kecuali ketika ada pasien kritis dan dokter di rumah sakit itu masih sedikit. Roni pun berfikir kalau mungkin yang dimaksud dokter adalah si Anton.

Pak Tarno : “Dokternya cantik lagi...”

Roni seketika terperanjat. Berarti bukan Anton. Lalu siapa yang di maksud (sambil bergumam dalam hati).tidak ingin berlama-lama dan membuatnya semakin takut, Roni pun berpamitan dan kembali ke ruang piket.

Roni    : “Ton, kata penunggu pasien nomor 3 tadi melihat dokter yang cantik..”

Anton  : “Yang benar kamu Ni. Di sini kan dokter hanya pagi dan sore. Berarti benar rumah sakit ini ANGKER...”

Mereka diam membisu sejenak sambil bergidik ngeri sambil memikirkan apabila mereka berhadapan dengan makhluk itu. Mereka saling berhadapan. Pikirannya seketika melayang.

            Tiba-tiba mereka mendengar suara seorang yang mendorong ranjang pasien. Suara itu semakin jelas terdengar. Mereka menunggu dan setelah sekian lama menunggu merek tidak melihat pasien masuk dan pemberitahuan. Mereka mengecek bersama-sama. Lagi-lagi mereka kembali saling pandang. Di luar tidak ada seorangpun yang sedang melintas namun dengan jelas mereka melihat kursi roda yang bergerak sendiri tanpa ada yang duduk maupun mendorongnya. Sontak.. mereka berhamburan masuk ke ruang piket.

Anton  : “Ni, kursi roda itu bergerak sendiri”

Roni    : “Iya Ton aku juga lihat” (jawab Roni dengan tegang)

Malam semakin larut. Jam dinding menunjuk pukul 11 malam. Roni sedang berkeliling kamar pasien untuk mengecek keadaan pasien. Secara tiba-tiba dari jarak sekitar 10 meter melintas seorang wanita masuk ke sebuah kamar. Wanita itu berambut panjang dan pirang. Wanita itu sempat menoleh ke arah Roni. Terlihat paras cantik seorang wanita Eropa. Tatapannya itu sangat menyeramkan bagi Roni. Bulu tengkuk Roni merinding hebat ketika wanita itu menembus pintu kamar yang tertutup.

Sebuah jeritan terdengar dari kamar nomor 4. Mbak Puput selaku penunggu pasien kamar nomor 4 itu berada di luar kamar dengan wajah pucat pasi. Roni dan Anton segera mendekati. Anton mengecek ke dalam. Nampaknya semua baik-baik saja. Roni mengajak penunggu pasien untuk kembali masuk ke kamarnya namun ia menggelengkan kepala. Penunggu pasien itu semakin sesenggukan. Hal itu membuat Roni dan Anton kebingungan.

Anton : “Ada apa to mbak. Ada apa sebenarnya?” (tanya Anton sambil keheranan melihat Mbak Puput selaku penunggu pasien sesenggukan)

Mbak Puput : “Tadi setelah mas Anton keluar kamar masih normal seperti biasa. Aku berbaring di sofa lalu mendengar langkah kaki di kamar. Setelah aku bangun aku melihat orang yang berdiri di samping ibuku. Aku kira perawat ternyata orang itu berdiri tanpa kepala...” (penjelasan mbak Puput yang masih sedikit sesenggukan).

Setelah melihat kejadian itu Mbak Puput menjerit. Jeritan itu yang Roni dan Anton dengar.

Roni    : “Ya sudah mbak yang penting sudah aman.”

Roni dan Anton meminta Mbak puput kembali ke kamarnya namun tidak mau.

Anton : “Kalau Mbak Puput nggak kembali, kalau terjadi apa-apa dengan ibunya bagaimana?”

Setelah beberapa lama Mbak Puput pun bersedia kembali ke kamarnya. Roni dan Anton kembali berkumpul di ruang piket. Mereka merasakan merinding di sekujur tubuhnya. Sosok manusia tanpa kepala.

Seorang laki-laki berpakaian dokter tiba-tiba melintas. Ya dokter itu adalah Pak Adnan. Nampaknya pak Adnan sudah datang karena ada pasien yang kritis maka pak Adnan dihubungi untuk memeriksanya. Roni dan Anton menundukkan kepalanya. Dokter itu berlalu tanpa menyapanya. Roni dan Anton agak heran melihat pak Adnan yang hanya diam dan berlalu.

Tak berselang lama Roni dan Anton mendengar suara deru mobil. Ya.. benar saja dari kejauhan tampak sebuah mobil sedan merk SUZUKI BALENO keluaran tahun 2000 berwarna biru metalik. Mobil itu berhenti dan parkir tepat di depan pintu rumah sakit. Aku mengenal mobil itu. Mobil itu mobilnya pak Adnan yang merupakan salah satu dokter di rumah sakit ini. Pak Adnan pun keluar dari mobil lalu menyapa Roni dan Anton. Roni dan Anton seketika tercengang.

Roni    : “Ton.. kalau itu Pak Adnan lalu yang tadi siapa?”

Anton  : “Jangan-jangan DEDEMIT (HANTU)!!!!”

Mereka kembali lemas. Kembali bergidik. Mau sampai kapan sesuatu tak kasat mata terus mengganggunya.

Singkat cerita setelah setahun bekerja Roni dan Anton sudah tidak lagi ketakutan. Mereka sudah terbiasa dengan hal yang tak kasat mata karena mereka sadar jika mereka hidup berdampingan dengan jin dan sesuatu tak kasat mata lainnya. Asal berdoa dan selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kita akan selalu dalam lindungan-Nya.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun