Roni hanya menganggukkan kepala. Malas untuk berdebat. Bersamaan dengan Roni menganggukkan kepala terdengar bunyi bel dan lampu monitor yang berasal dari kamar nomor 7. Kamar itulah kamar orangtua pejabat yang dimaksud.
Sampai di kamar, Roni tertegun melihat nenek-nenek yang beristirahat dengan pulas. Sementara si penunggu jugatidur dengan nyenyaknya.
Roni : “Kalau mereka sedang beristirahat lalu yang memencet bel tadi siapa?” (Roni bergumam sambil melihat sekeliling)
Merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Roni kembali ke ruang piket.
Anton : “Ada sesuatu?” (tanya Anton)
Roni :”Lha wong nggak ada yang ngebel kok. Semuanya pada tidur” (jawa Roni dengan serius)
Jawaban itu terbantahkan ketika kamar nomor 7 kembali memanggil. Anton yang melihat itupun, memberi isyarat kepada Roni bahwa kamar nomor 7 memang memanggil. Roni pun mengerutkan dahi dan bergidik ngeri seakan tidak percaya namun dia sendiri melihatnya bahwa memang kamar nomor 7 kembali memanggil.
Anton : “ Kamu takut? Yawis aku yang coba ngecek”
Anton pun bangkit dari duduk lalu berjalan menuju kamar nomor 7. Hati-hati sekali Anton melangkah masuk. Ia takut mengganggu pasien yang sedang beristirahat.
Dua langkah mendekat. Dan berdeguplah jantung Anton dengan keras. Ia memang melihat seorang perempuan yang memang tidur di sofa. Ia tau perempuan itu yang menunggui pasien. Tapi disamping nenek yang tengah tidur itu ia melihat seorang perempuan berambut panjang dengan pakaian putih kumal yang duduk membelakanginya sehingga Anton tidak bisa melihat wajah perempuan itu. Anton melihat perempuan itu dengan perasaan berdebar.
Anton : “Orang apa bukan ya” (gumam Anton)