Namun Gusti Pangeran.
Keadaan berbalik setelah matahari naik sepenggalah. Dari arah utara datang pula musuh, mereka melengkapi diri dengan panah-panah api. Atap sirap kayu istana Giriwana menjadi sasaran anak-anah panah yang turun deras seperti air hujan. Kepanikan terjadi. Sebagian prajurit berusaha untuk memadamkan api yang mulai membakar atap itu, mereka lupa bahwa musuh telah mengepung di luar.
Kesempatan itu dimamfaatkan orang-orang bercawat untuk bergerak mendekati istana. Dengan formasi menyebar mereka mengurangi resiko untuk terhadang dan tertembus anak-anak panah. Maka sebentar kemudian perang brubuh tanpa gelar segera berkobar di halaman istana.
Meski prajurit berkuda mampu mengurangi jumlah lawan yang hendak melompat pagar istana saat itu, namun jumlah mereka benar-benar besar sekali. Seperti banjir bandang mereka melanda pasukan kami, hingga akhirnya kami berusaha menghindar lewat pintu butulan istana bagian timur.
Orang-orang bercawat itu terus mengejar para prajurit. Mungkin besok pagi mereka akan tiba di sini jika sisa-sisa prajurit Giriwana itu terlacak hendak bergabung dengan pasukan di candi Jalatunda.
Demikian laporan saya Gusti. Karena besarnya prajurit musuh, alangkah baiknya jika semua yang ada di pesanggrahan ini mengungsi Gusti. " kata Badra mengakhiri laporannya.
Pangeran Erlangga dan Senopati Narotama menarik nafas dalam, setelah mendengar laporan lengkap Badra, prajurit penghubung itu.
"Bagaimana pendapatmu kakang Narotama ?" Tanya pangeran Erlangga menoleh dan menatap mata senopati andalannya.
"Kita ikuti saran Badra dulu dinda Pangeran. Kita ungsikan keluarga besar istana ke tempat yang aman dulu. Peristiwa ini benar-benar di luar dugaan kami, dan menunda upaya kita dari rencana besar yang telah kita persiapkan." Kata Senopati Narotama.
Maka dengan sedikit tergesa-gesa mereka segera menyiapkan para pengikut pangeran Erlangga untuk meninggalkan pesanggrahan di halaman candi Jalatunda itu. Setelah semuanya siap segera mereka berangkat, menerobos gelap malam dan hutan perdu di lereng gunung Penanggungan menuju ke arah utara.
Menjelang fajar mata mereka telah menangkap gemerlap air sungai Brantas yang mengalir tenang. Permukaan air mengalir itu tertimpa cahaya pagi, menimbulkan bayangan dalam angan laksana sisik naga raksasa yang tengah berjalan.Â