KERIS KYAI BRONGOT SETAN KOBER
Oleh Wahyudi Nugroho
Mendung hitam tebal bergulung-gulung menyelimuti langit kerajaan Pajang. Malam yang gelap semakin pekat. Segelap kerajaan Pajang yang dihantui perang saudara karena rebutan tahta sepeninggal Sultan Trenggana, raja Demak terakhir.
Adipati Jipang Panolang, Arya Penangsang, tidak bisa menerima keputusan pamannya. Warisan tahta kerajaan Demak diberikan kepada Adipati Pajang, Hadi Wijaya alias Karebet, menantu Sultan Trenggana.
Segala upaya telah ia lakukan dengan cara berembug dengan para sesepuh kerajaan. Agar para pinisepuh meluruskan hak waris tahta itu. Namun semua jalan yang ditempuh buntu, tak menemukan hasil apapun. Kini tinggal satu jalan yang harus dilaluinya, jalan darah.
Sang adipati telah memerintahkan dua orang anggota pasukan Soreng, prajurit elit Kadipaten Jipang. Salah seorang dari prajurit itu dibekali senjata andalannya, untuk memuluskan pelaksanaan tugasnya. Ia pinjamkan Kyai Brongot Setan Kober, pusaka keramat pemberian Sunan Kudus, salah satu keris keramat di tanah Jawa, buatan Empu Supa Mandragi dari Tuban.
Soreng Pati dan Soreng Rana, dua prajurit utusan Arya Penangsang itu telah datang di ibukota Pajang. Kedua kuda yang dibawanya dari Jipang ia titipkan di rumah kerabatnya, yang menjadi mata-mata Jipang dan berhasil menyelundupkan diri masuk menjadi warga ibukota negeri Pajang.
Malam itu, saat langit tertutup mendung tebal, dua lelaki itu melangkahkan kaki mendekati istana Pajang. Mereka sudah tahu peta istana kerajaan itu. Di mana bilik peraduan rajapun sudah erat melekat dalam otak di kepalanya.
Tiba-tiba hujan deras tumpah dari langit. Angin kencang bertiup menderu-deru, meliak-liukkan ujung-ujung daun pepohonan. Ditambah bunyi petir berulang kali meledak di udara. Â Suasana malam yang gelap bertambah sepi dan tintrim, sarat hawa kematian.
Di luar benteng istana sebelah timur, nampak gardu perondan yang kosong tak berpenghuni. Mungkin ditinggalkan para penjaganya pergi nganglang. Karena terjebak hujan deras mereka tak segera kembali.