Mbah Dulah girang hatinya. Tiga puluh sunduk satenya laku. Ia bisa engkres didepan istrinya. Sambil memberikan uang belanja. Demikian angannya melayang sambil mengipasi api saat membakar sate.
Singkat cerita tiga puluh tusuk sate telah matang. Ia bagi tiga dan diletakkannya di piring, tak lupa lengkap dengan sambal kacangnya. Â Tiga piring sate disuguhkan di depan tempat duduk tiga orang itu. Baru ia ambil nasinya tiga piring dan disusulkannya.
Setelah menyuguhkan air hangat dalam gelas, barulah ia bisa santai. Peralatan bakar sate ia kembalikan di tempatnya, meski api arangnya masih terlihat menyala.
Mbah Dulah tersenyum melihat tiga orang itu menikmati nasi satenya. Mereka makan dengan lahapnya. Tak sepatah kata keluar dari mulut mereka, hanya bunyi kecap lidah dan bibir mereka yang terdengar.
"Heeeekkkk.....satemu enak sekali kang" ucap salah seorang dari mereka.
Mbah Dulah menanggapinya hanya dengan senyum. Iapun bergegas membersihkan peralatan makan tiga orang itu.Â
Ia menunggu sejenak tiga orang itu membayar satenya. Namun rupanya mereka masih asyik berbincang.Â
"Sudah Mas, saya mau melanjutkan jualan" kata Mbah Dulah memberi kode agar tiga orang itu segera memberinya uang.
"Mau jualan ke barat Pak ? Sudah malam lho. Apa nggak takut?"
"Iya sate saya masih banyak. Kenapa harus takut ?"
"Di sana banyak hantunya lho Pak."