Ke kanan, jalan gelap gulita panjang membentang. Di sisi jalan itu hutan Sambi. Ingatannya melayang ke masa lalu. Di hutan itu dua tahun lewat terjadi peristiwa ngeri. Puluhan orang BTI dan gerwani digorok lehernya dan dikubur dalam satu lubang. Mereka korban peristiwa pemberontakan PKI.
Terdengar suara kentongan dipukul di kejauhan. Tanda malam telah sampai puncak. Hatinya masih gamang melanjutkan langkah.
"Bismillah. Semoga laku." Doanya saat mengangkat rombong kayunya.
Dengan bekal hati nekad ia terobos gelap malam. Ia berjalan ke barat. Meski telah larut ia masih berharap, satenya laku diborong orang. Mudah-mudahan di desa Naba masih ada peronda yang berjaga.
Belum juga setengah dari panjang jalan ia tempuh, nampak bayangan hitam menyebrang. Tiga orang berdiri di jalan, seolah menanti kedatangan orang yang lagi jualan. Benar saja, salah seorang dari mereka menghentikannya.
"Sate Bang. Masih ada kan ?"Â
"Ohh ya ya ya. Masih utuh. Kebetulan baru laku sedikit."
"Ada nasinya ?"
"Ada."
"Tiga bang. Satenya sepuluh-sepuluh. Sendirikan di piring ya."
"Baik...silahkan sabar menunggu."