"Apakah harapanmu kakang ?"
"Menjadikan Sekar Arum pendampingku."
"Bukankah aku selama ini telah mendampingimu ?"
"Tegasnya aku ingin menjadikanmu istriku."
"Bukan disini seharusnya kakang menegaskan niat kakang."
"Di mana ?"
"Di depan ayahku. Kelak jika kita kembali ke kademangan Maja Dhuwur. Jika ayahku menerimamu, aku hanya ikut saja."
"Baiklah. Aku berjanji akan melamarmu di depan ayah dan ibumu."
Bibir kedua muda mudi itu menyungging senyum. Empat mata berbinar saling bertatap pandang. Rupanya dewa-dewi asmara sudah bersemayam di hati mereka. Ketika terdengar perintah untuk melanjutkan perjalanan, mereka bergegas melangkahkan kaki untuk bergabung kembali dengan pasukan. Kedua tangan mereka bergandengan dengan mesra.
Sebentar kemudian sebuah barisan prajurit yang sangat panjang mengular kembali di jalan menuju istana Giri Wana. Kini hati Sembada dan Sekar Arum terasa sangat berbeda, mereka sangat senang menikmati perjalanan itu. Berulang kali menoleh dan saling tatap pandang dengan cahaya mata yang berbinar. Disusul seulas senyum tersungging manis di bibir mereka.
Panasnya mentari siang itu tak mereka rasakan. Semilirnya angin yang lembut terasa jauh lebih nyaman. Mereka tak berpikir lagi masih berapa ribu tombak mereka harus menempuh perjalanan. Apa yang ada adalah rasa senang itu semata.