Namun Sembada diam saja. Gadis itu sejak kecil sudah sering mengejeknya, sejak kecil pula ia tak pernah tersinggung atas ejekan-ejekan itu. Itulah sebabnya saat kecil mereka tak pernah bertengkar. Mereka bertiga, Sembada, Sekar Arum dan Sekar Sari, Â bisa melalui hidup di katumenggungan dengan hati senang dan gembira#.
"Teruskan penjelasanmu tentang Panca Makara Puja itu, Arum." Pinta Sembada kepada gadis yang duduk di sampingnya.
"Sebenarnya pengetahuanku tentang itu juga sedikit sekali kakang. Jika tidak lengkap penjelasanku kepadamu, aku takut kakang salah mengerti dan memahami. Apalagi bila sampai salah menerapkannya dalam kehidupan. Akan sama dengan perilaku-perilaku mereka yang sering mengganggu, menculik gadis dengan alasan untuk pelengkap sesaji dalam puja. Itu sudah menyimpang jauh sekali." Kata Sekar Arum.
"Menculik gadis ? Untuk pelengkap sesaji ? Aku tambah bingung Arum, maksudnya apa." Tanya Sembada.
"Kelak saja aku jelaskan, bila aku sudah jadi istrimu." Jawab Sekar Arum.
"He, jadi selama ini kau mengharapkan aku jadi suamimu ?" Tanya Sembada.
Sekar Arum menutup mulutnya dengan dua tangan. Rupanya ia keceplosan membuka mulut dan mengutarakan isi hatinya. Sebagai gadis ia sangat malu telah melakukan sesuatu yang tak lazim. Seharusnya ia menunggu sampai Sembada mengutarakan isi hatinya dulu perasaan apa yang tersimpan terhadap dirinya.
"Tidak, tidak, tidak..." kata gadis itu gugup sambil lari meninggalkan Sembada.
Sembada dengan sigap mengejar gadis itu. Ia segera mencengkeram lengan gadis itu dengan jemarinya setelah berhasil mengejarnya.
"Jelaskan ucapanmu yang terakhir. Jika tidak, tak akan aku lepaskan kau." Kata Sembada.
"Kata yang mana ? Aku sudah lupa." Jawab Sekar Arum sambil menunduk.