"Rahayu Kala Bajra, ada kepentingan apakah kau kemari. Apakah Senopati Narotama membutuhkan bantuanku ?" Tanya Senopati. Wira Manggala Pati mengetahui jika Kala Bajra abdi setia Narotama.
"Bukan Gusti Narotama tuan. Namun Pangeran Erlangga. Beliau mengharap paman Manggala menghadap sekarang juga. Beliau tengah bercengkrama dengan Gusti Narotama di balai Prabayeksa." Kata Kala Bajra.
Senopati agak terkejut. Baru saja Dyah Tumambong datang memberitahukan agar ia menghadap nanti setelah tengah hari.
"Kala Bajra, baru saja Dyah Tumambong kemari. Ia diutus pangeran agar aku menghadap nanti lewat tengah hari ? Mana yang benar?" Tanya senopati.
"Paman Dyah Tumambong kemari ? Dia tidak mendapatkan perintah itu. Akulah yang diutus. Jika paman tidak percaya ini tanda utusan pangeran yang disertakan padaku." Kata Bajra sambil mengeluarkan benda berbentuk cakra bergerigi delapan.
"Lantas apa maksud Dyah Tumambong kemari ?"
"Aku tidak mengerti paman Manggala. Saat beliau menyerahkan sirih dan pinang mungkin beliau dengar, pangeran memerintahku untuk mengundang paman. Mungkin saja beliau hanya memberitahu paman saja."
Senopati diam tidak menanggapi lebih lanjut penjelasan Kala Bajra. Namun ia semakin heran dengan tingkah laku Dyah Tumambong. Namun hal itu tidak ia utarakan kepada siapapun. Keganjilan perilaku punggawa dalam itu akan ia simpan sendiri, ia akan bertindak jika memperoleh bukti baru yang memperjelas motif Dyah Tumambong atas perilakunya yang ganjil itu.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H