Seminggu setelah dua pusaka kerajaan Medang Kamulan itu diboyong ke balai kademangan Maja Dhuwur, pasukan berkuda yang bertugas merampas harta karun hasil perampokan cantrik-cantrik padepokan Lodhaya, telah datang. Tak ada korban yang jatuh dalam pertempuran dengan para penjaga padepokan.
"Sisa pengikut Singa Lodhaya belum kembali ke padepokan. Kami dapat mengusir para penjaga padepokan itu dengan mudah. Sona Wana pemimpin para cantrik mati terbunuh, demikian pula sebagian cantrik lainnya." Kata Jalak Seta kepada Senopati Wira Manggala Pati.
"Jika demikian mereka masih menghuni pesanggrahannya. Jika tidak di Sambirame tentu di Wanajaya." Kata Senopati.
"Tidak senopati. Mang Ogel yang ketemu dengan kami di padepokan Lodhaya telah membuktikan bahwa dua pesanggrahan itu kosong. Beliau telah membuktikan saat mengejar musuhnya, Bonge Kalungkung, yang lari dari arena pertempuran." Lanjut Jalak Seta.
"Aku juga mendapat laporan kalau Bonge Kalungkung lepas dari tangan Mang Ogel, pendekar Pasundan itu. Tentu mereka telah berkumpul kembali di suatu tempat. Apakah mungkin mereka akan mencegat kita saat pulang ke Wawatan Mas ?" Kata senopati.
"Mang Ogel kini masih memburu musuh bebuyutannya itu ke padepokannya di lereng Semeru." Kata Jalak Seta.
"Mang Ogel pula yang membantu kami membuka pintu goa tempat Singa Lodhaya menyimpan harta karun hasil rampogannya." Kata Jalak Seta lagi.Â
"Kalian seratus prajurit tidak mampu membuka pintu goa itu ?" Tanya senopati.
"Pintunya terbuat dari batu yang sangat besar senopati. Batu itu menyumbat mulut goa. Puluhan prajurit telah mendorongnya, tapi sejengkalpun batu itu tidak bergerak." Kata Jalak Seta.
"Bagaimana cara pendekar bajang itu menyingkirkan batu penutup goa ?" Tanya senopati.
"Dipukulnya dengan tangan. Sungguh, dipukulnya dengan tangan. Semula beliau berdiri beberapa depa dari batu itu. Kemudian mengangkat tangan kanan ke atas, tangan kiri menempel dada dan mengangkat kaki kirinya. Dibarengi sebuah teriakan keras beliau meloncat dan memukulkan sisi telapak tangannya ke permukaan batu itu. Dan 'blaaarrr' batu itu pecah berserakan." Kata Jalak Seta menjelaskan.