Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 43. Selempang Janur Kuning (Cersil STN)

5 Agustus 2024   13:40 Diperbarui: 5 Agustus 2024   20:26 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri

"Serangggg, hancurkan barisan pengawal Maja Dhuwur. Maju !!!" 

Sambil bersorak pasukan golongan hitam itu berlari kencang, seolah mereka berlomba siapa yang lebih dulu dapat menjatuhkan lawan. 

Melihat pasukan lawan telah bergerak maju dengan berlari kencang, senopati tetap diam. Namun ketika jarak mereka telah dekat, dan ratusan lembing meluncur deras di udara dari tangan-tangan lawan, barulah senopati berteriak.

"Maju !!! Serang !!!" 

Pasukan induk yang terdiri dari para prajurit Bala Putra Raja itu dengan sigap dan cepat berlari menyambut lawan. Dengan begitu mereka sekaligus menghindari bidikan lembing lawan. 

Saat lembing-lembing pasukan gerombolan golongan hitam itu menukik turun, lawannya sudah tidak berada di tempatnya lagi. Ratusan lembing itu akhirnya menancap di tanah sawah seperti ratusan bambu yang baru ditanam.

Hampir semua anggota barisan pasukan gerombolan hitam mengumpat, lembing-lembing mereka satupun tidak mengenai musuhnya. Bahkan kini para pengawal Maja Dhuwur itu telah bergerak lari menyambut kedatangan pasukan mereka dengan pedang diacung-acungkan.

Sungguh usaha mereka membuat lembing-lembing itu terasa tidak ada gunanya. Lawan berpindah tempat maju menyerang saat lembing mereka masih melayang membentuk garis lengkung di udara. Kini mereka terpaksa menggunakan senjata lamanya, mencabut pedang untuk menghadapi lawan.

Sebentar saja pekik perang dan denting senjata beradu telah memenuhi udara. Jumlah anggota barisan induk pasukan Maja Dhuwur ternyata kalah banyak dengan jumlah pasukan lawan, oleh karena itu segera saja mereka terdesak ke belakang.

Senopati tidak begitu cemas melihat itu semua, sekali-sekali ia masih menyambut serangan lawan dengan pedangnya. Demikian juga dua orang pengapitnya, Jalak Seta dan ki demang Sentika, sambil bergeser mundur mereka terus menangkis dan menghindari serangan lawan.

"Tidakkah kau panggil sayap-sayap gelar pasukan kita ? Pasukan lawan seperti banjir bandang melanda kita." Kata ki demang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun