Benar mereka memperoleh kemenangan saat itu. Istana Medang bisa mereka bumi hanguskan, raja Darmawangsa dapat mereka bunuh, namun perang saat itu tidak memberi pengalaman yang bermakna bagi orang-orang yang pekerjaannya merampok itu.Â
Karena hakekatnya perang saat itu sama dengan perampokan yang sering mereka lakukan. Hanya saja dilakukan oleh pasukan prajurit gabungan yang jumlahnya sangat besar.
Kini situasi yang mereka hadapi berbeda, meski musuh yang mereka serang malam itu nampak lemah, jumlah prajuritnya tidak seberapa banyak, namun dipimpin seorang senopati yang cemerlang otaknya. Secerah matahari di musim kemarau. Â
Nafsu mereka yang besar untuk segera melibas lawan justru disikapi sebagai kelemahan oleh pihak musuh. Apalagi mereka tak membawa obor untuk penerang, serta tameng sebagai pelindung. Sama saja menyerahkan tubuh mereka sendiri bulat-bulat sebagai sasaran terbuka  panah dan tombak, di tengah malam yang gelap gulita tanpa cahaya.
Korban berjatuhan tak terhitung lagi, kekuatan yang besar susut dalam sekejap. Kemarahan yang melonjak menutup kejernihan pikiran untuk mencari cara pembalasan yang tepat. Terpaksa mereka harus mundur daripada maju terus tapi hancur.
Demikianlah tak habis-habisnya Singa Lodhaya merenungi kesalahannya. Sambil berkeliling pedesaan Sambirame untuk memantau kesibukan anak buahnya.
"Gunakan saja papan-papan yang dipakai sebagai  dinding rumah penduduk, daripada menebang pohon. Jika kurang tebal bikin rangkap dua. Waktu kerja kita akan lebih singkat daripada menebang pohon dulu." Saran Singa Lodhaya kepada murid-muridnya yang hendak membuat tameng.
"Jangan lupa mencari pula batang bambu untuk membuat lembing. Cari jenis bambu yang batangnya kecil. Â Lancipkan ujungnya dan olesi dengan racun. Â Buatlah lembing sebanyak-banyaknya. Kita balas mereka dengan lemparan lembing bambu beracun." Kata Srigunting.
"Kita tak punya persediaan racun." Kata Singa Lodhaya.
"Kita minta kepada Kelabang Gede, barangkali masih punya persediaan. Jika tidak ada, minta petunjuk cara pembuatannya. Mungkin banyak bahan yang tersedia di desa ini." Jawab Srigunting.
Demikianlah berbagai upaya dilakukan anggota gerombolan itu, untuk melindungi diri mereka dari serangan musuh. Â Tidak sekedar alat-alat untuk berlindung, tapi juga alat-alat serang jarak jauh, seperti anak panah dan lembing. Â Namun sama sekali mereka tak menyiapkan obor untuk penerang medan.