Namun gadis-gadis itu ternyata lebih  beringas dan ganas daripada laki-laki. Saat para pembakar rumah itu tersenyum-senyum bahkan ada yang tertawa-tawa sambil melangkahkan kakinya keluar dari persembunyian, tiba-tiba gadis-gadis  itu melandanya dengan serangan-serangan yang keras cepat dan ganas.
Para pembakar rumah itu kewalahan untuk menghindar dan menangkis, meski mereka telah banyak berpetualang di dunia kekerasan, namun kini yang dihadapi sangat berbeda. Gadis-gadis itu adalah anggota pasukan wanita yang terlatih, kemampuannya bermain  senjata tidak lagi bisa diragukan.
Maka sebentar saja para pembakar rumah itu dapat didesak dengan dahsyat. Bahkan ada di antara mereka yang terluka, dadanya atau pundaknya tersabet tajamnya pedang.
Apalagi Sekar Sari yang hatinya terbakar perasaan geram, dengan pedang tipisnya ia mengamuk membabat semua yang menghadangnya. Berulang kali ia  berganti lawan setelah lawan-lawannya terdahulu terjungkal di tanah.
"Hebat kau gadis. Mampu menebas musuh-musuhmu hingga tewas. Lebih baik  segera hentikan ulahmu itu. Aku muak melihatnya." Kata Gagak Ijo yang juga marah melihat anak buahnya tak berdaya menghadapi gadis cantik itu.
"Jangan banyak bacot, majulah. Jika kau tak terima anak buahmu aku babat habis." Kata Sekar Sari sambil tetap menggerak-gerakkan pedangnya menyerang lawanlawannya.
"Minggir kalian !! Melawan perempuan saja tak becus." Katanya kesal.
Gagak Ijo segera mencabut sepasang pisau pendeknya. Ia berteriak keras sambil melompat maju, untuk memberi sarangan-serangan mematikan kepada Sekar Sari.
"Hiyyaat, mampus kau gadis. Sebentar lagi kulitmu akan aku kupas dengan kedua belatiku ini." Geramnya.
Sekar Sari waspada terhadap  datangnya serangan lawannya yang berbahaya. Ia yang telah tertata urat syaraf dan nadinya, sehingga tak lagi ada hambatan dalam tubuhnya untuk menyalurkan tenaga dalam, dengan sigap ia menangkis setiap serangan Gagak Ijo.
Lelaki kekar berjambang lebat dengan tampang mengerikan itu kaget, bukan pedang gadis cantik lawannya itu yang terlempar saat senjata mereka berbenturan, namun justru tangan Gagak Ijo yang bergetar. Â Terasa jari-jarinya yang menggenggam sepasang belati itu seperti kesemutan, hampir saja senjatanya terlepas. Segera lelaki itu meloncat mundur sambil mengumpat.