Pagi itu suasana padepokan Lodhaya dilanda kepanikan. Para cantrik yang tidur lelap semalam suntuk, karena pengaruh sirep Sembada yang diperkuat oleh Mang Ogel, satu persatu mulai bangun.Â
Sebagian cantrik malam itu ada yang tertidur di gardu jaga, di dapur dekat perapian, di bawah pohon, bahkan di tempat-tempat lain yang tidak biasa mereka jadikan tempat tidur; seperti di dekat sumur, bahkan di tempat buang air besar, kini mulai membuka matanya.
Cantrik-cantrik itu merasa heran, tidak biasanya mereka melakukan hal seperti itu. Bahkan mereka tidak pernah saat menjalankan tugas mereka tertidur. Â Apalagi tertidur saat buang air besar.
"Aneh. Semalam mataku rasanya lengket, tak dapat aku buka. Rasa kantuk menyerangku dengan kuat sekali. Sambil buang air besar aku tertidur sampai pagi. Bukankah itu hal yang aneh ?" Kata seorang cantrik kepada temannya.
"Akupun juga begitu. Tak pernah aku tidur pulas saat bertugas jaga regol." Jawab temannya.
"Lihat ini kain panjangku, terbakar api. Semalam di dapur aku tertidur di dekat tungku perapian." Kata yang lain.
Demikianlah para cantrik membicarakan keanehan yang mereka alami semalam.Â
Belum selesai mereka membicarakan keanehan yang mereka alami bersama, mendadak mereka mendengar teriakan-teriakan dari luar pagar padepokan.Â
Dua orang cantrik yang baru pulang dari gardu jaga di luar padepokan menemukan seseorang yang menggeletak di jalan. Setelah diamati orang itu mengenakan pakaian kulit dan topeng kepala singa.
"Guru. Ya, guru pingsan. Toloong, tolooong." Teriaknya.