Sementara itu Sembada dan kawan-kawannya telah meninggalkan goa persembunyian. Â Enam orang itu berjalan bersamaan menuju desa Wates. Mereka berniat mampir ke rumah ki Wangsa Jaya, saudagar kaya di desa itu.Â
Sembada, Sawung kuning dan gurunya hendak mengambil kuda  yang mereka titipkan. Sekaligus mencarikan kuda untuk  Sekar Arum, Ki Ardi dan Nyai Rukmini.
Demikian juga para prajurit sandi yang bertugas  mengamati padepokan singa  garang  di tengah hutan Lodhaya, mereka telah meninggalkan desa Balitar. Â
Sepuluh prajurit itu memacu kuda mereka untuk segera menghindar dari kemungkinan amukan cantrik Lodhaya. Mereka telah mendengar bahwa Sembada telah menciderai singa galak itu dalam sebuah perang tanding di bawah guyuran hujan deras.
Sementara saat matahari akan tenggelam di balik gunung, enam orang rombongan Sembada telah tiba di rumah Ki Wangsa Jaya. Lelaki tinggi besar berjambang dan berjenggot panjang itu segera menyambutnya.
Ki Wangsa Jaya tersenyum melihat Sembada membawa payung bertangkai panjang di pundaknya.
"Kau telah berhasil mengambil payung keramat itu, Sembada ?" kata Ki Wangsa Jaya.
"Pangestu Ki Wangsa Jaya, kami bersama bisa mengambil tiga pusaka yang ternyata ada di sana."
"Tiga pusaka yang dicuri Singa Lodhaya ?"
"Benar Ki Wangsa Jaya. Payung Tunggul Naga, Keris Jalak Saleksa dan Tombak Naga Kumala."
Ki Wangsa Jaya mengangguk-anggukkan kepala. Ia ikut bangga atas keberhasilan Sembada menunaikan tugas.