Beberapa cantrik segera lari keluar padepokan, menuju tempat dari mana suara teriakan-teriakan itu terdengar. Sebentar saja banyak cantrik yang mengerumuni guru mereka yang sedang pingsan.Â
Cantrik yang paling tua segera memerintahkan cantrik-cantrik lain untuk menggotong guru mereka ke balai padepokan. Beberapa cantrik segera melakukan perintah itu. Tubuh ki Singa Lodhaya yang basah kuyub karena air hujan semalam itupun segera digotong cantrik-cantriknya menuju balai utama padepokan itu.
Setelah sampai segera tubuh yang tinggi besar dan gagah itu diletakkan di atas amben besar dari kayu yang berada di tengah balai utama.Â
Cantrik tertua itu segera melepas topeng dan pakaian singa yang dikenakan gurunya. Setelah bagian tubuh atasnya terbuka cantrik itu agak terkejut, ia melihat bagian dada gurunya nampak jalur hitam seperti gosong bekas terbakar.
"Panggil Jaya Usada kemari, guru membutuhkan perawatannya segera." Kata cantrik tertua itu.
Seorang cantrik segera lari menuju salah satu gubug di antara puluhan gubug yang mengelilingi balai besar padepokan itu. Ia tahu orang yang akan dipanggilnya adalah tabib satu-satunya yang ada di padepokan lodhaya.
Ketika sampai pintu gubug tabib itu masih tertutup. Cantrik itu segera menggedornya dengan keras. Lelaki yang berada di dalam gubug itu merasa tidur nyenyaknya terganggu. Iapun berteriak kasar kepada penggedor pintunya.
"Anak setan. Kenapa kau gedor pintu gubugku. Aku belah kepalamu dengan kapak tahu rasa kamu." Katanya marah.
"Kang Jaya Usada, guru pingsan. Aku diperintah kakang Sona Wana memanggilmu. Segera !!"
Tiba-tiba pintu terbuka. Seorang lelaki tinggi kurus berjenggot panjang menjengukkan kepala keluar pintu.
"Apa kau bilang ? Guru terluka ? " katanya.