Sekar Arum menundukkan kepala. Ia merasa malu hampir saja ia melanggar adab para pendekar sejati yang harus menjunjung tinggi sikap ksatria.
Ia lantas berbalik menghadap Sembada. Kelihatan keadaan tubuh pemuda itu telah membaik.
Ketika melihat kondisi tubuh Sembada yang sudak membaik itu, segera Mang Ogel mengembalikan payung keramat tunggul naga yang dibawanya. Sembada menerimanya dengan bibir tersenyum.
"Terima kasih Mang Ogel sekali lagi telah berusaha menolong kami." Kata Sembada.
"Jangan kau ucapkan itu. Terbukti kau lebih mampu mengusir singa galak itu daripada aku. Sebaliknya akulah yang harus minta maaf. Â Selama ini aku meremehkanmu. Aku lihat usiamu masih sangat muda, aku kira ilmumupun masih cethek. Tidak tahunya kau raksasa yang tak terjangkau."
"Ah, Mang Ogel terlalu menyanjungku." Jawab Sembada.
"Haha aku tidak menyanjungmu. Karena itulah kenyataannya." Jawab Mang Ogel. Kemudian pendekar cebol itu memandang Ki Ardi "Kakang, aku ikut bangga. Kakang menemukan mustika yang berharga. Tunas muda yang memberi harapan masa depan."
Ki Ardi hanya tertawa kecil. Sembada yang merasa dipuji hanya menundukkan kepala saja.
Pendekar cebol itu lantas pamit hendak pulang ke Pasundan. Ia berjanji akan ke Majadhuwur bersama beberapa murid terpilihnya.
"Kita sambut golongan hitam sehangat mungkin kelak di Majadhuwur."
"Kaupun tahu rencana Singa Lodhaya ? Bahwa mereka bersama hendak menyerbu kademangan itu untuk dijadikan landasan perjuangannya ?" Tanya ki Ardi.