"Apakah kau sanggup jadi pengawas pekerjaan ini Handaka " tiba-tiba ki demang bertanya kepada anaknya.
"Sanggup ayah. Namun aku tidak memiliki keahlian apapun membangun rumah. Aku butuh pendamping." Jawabnya.
"Itu tugas Bekel Majalegi, yang sudah mumpuni hal membangun rumah. Tugasmu mengawasi keselamatan kerja mereka. Jangan sampai ada hal hal yang mengganggu, terutama bagi mereka yang masuk hutan mencari ijuk. Hutan Kedung Cangkring masih liar, ularnya masih banyak, demikian pula macan kumbangnya."
"Kalau begitu akan aku kerahkan sebagian pengawal yang ahli memanah ayah. Untuk mengawal dan mengawasi kerja mencari ijuk."
"Bagus. Itu ide yang baik."
Akhirnya rembug bersama siang itu dianggap telah tuntas. Maka ki demang mengakhiri pertemuan itu.
Warga yang ikut pertemuan bubar pulang ke rumah masing-masing. Â Namun ternyata kebanyakan mereka tidak langsung pulang ke rumah, namun mampir dulu ke kedai- kedai. Ketika bertemu sesama warga dusunnya mereka bercerita semua pembicaraan di pertemuan. Maka berita tentang Sembada esok harinya telah menyebar.
Suatu malam, di gardu perondan, di dusun Majalegi terjadi perbincangan hangat.
"Sejak kenal saat baru saja dia datang ke dusun kità , aku sudah mengira Sembada bukan pemuda sembarangan. Badannya tegap berisi. Pandangannya tajam. Matanya seolah bersinar. Seperti mata kucing Candramawa."
"Baru tahu yaa ? Kasihan." Dengan berseloroh Sambaya menimpali.
"Kakang Sambaya jahat. Tidak mau berbagi berita sebagus itu. Apa untungnya menyembunyikan ?" Kata pemuda itu kesal.