Tanpa diduga ki demang Sentika, semua warga yang diundang menyatakan setuju.
Siang itu mereka berunding membagi tugas. Warga dikelompokkan jadi tiga. Satu kelompok menyediakan kayu untuk tiang-tiang utama, satu kelompok membuat papan kayu untuk dinding, satunya lagi mengumpulkan ijuk pohon aren untuk atap.
Ki demang Sentika berjanji selama kerja bakti ini kebutuhan keluarga mereka akan ki demang cukupi.
Mengingat jenis pohon yang tumbuh di hutan sekitar Majaduwur kebanyakan pohon bendo yang layak buat tiang dan papan, maka diputuskan pohon itulah yang di pilih.
Sementara untuk mencari ijuk bisa masuk hutan sebelah utara Dusun Kedung Cangkring. Ada ribuan pohon aren di sana. Tinggal ijin bekel dusun Kedung Cangkring warga bisa cari ijuk sebanyak banyaknya.
Warga dusun itu sebagian besar membikin gula merah dari nira pohon aren.
Diharapkan kerja awal ini selesai dalam satu bulan. Dalam kerja ini Handaka dan Sekarsari di angkat jadi pengawas. Handaka mengawasi kerja pembuatan tiang, papan dan pengadaan ijuk. Sekarsari mengawasi kerja penyaluran bantuan untuk keluarga warga yang bekerja mengadaan bahan bahan itu.
Handaka dan Sekarsari justru merasa senang ikut dilibatkan ayahnya dalam kerja itu. Handaka tak memiliki lagi perasaan tidak senang kepada Sembada. Ia kini justru sangat hormat padanya.
Pemuda itu kagum dengan kesabaran Sembada. Meski ia telah menuduhnya tanpa dasar namun ia tak mau membalas semua serangannya yang mematikan. Ia hanya menangkis dan menghindar. Jika saat itu ia gunakan ilmu seperti saat perang di padang rumput, dalam waktu singkat ia tentu terkapar.
Handaka menarik nafas panjang.
"Betapa tololnya aku saat itu. Sungguh perbuatan yang memalukan sekali. Aku wajib minta maaf kepadanya kelak jika ia kembali." Katanya dalam hati.