"Semoga demikian guru."
"Akupun akan menyusulmu bersama Sawung Kuning."
Ketika matahari telah nampak hendak terbit di timur, mereka berdua bergegas pulang. Sembada kemudian nimbrung ikut adik adik seperguruannya membersihkan setiap halaman dan ruang ruang sanggar padepokan.
Mereka melakukan kerja dengan senang hati. Apalagi dikawani oleh aneka swara burung yang hinggap di dahan dahan pohon yang banyak tumbuh di padepokan.
Sebelum berangkat menunaikan tugas yang diembannya Sembada sengaja menyempatkan waktu untuk menempa Sawung Kuning. Latihan latihan yang sangat keras ia perintahkan kepada adik seperguruannya.
Bahkan ia menyediakan diri sebagai lawan bertanding bagi Sawung Kuning. Itulah sebabnya dalam waktu singkat pemuda berbadan kekar itu telah banyak menyerap ilmu dari Sembada.
Sembadapun tidak pelit dengan ilmunya. Sawung Kuning telah diajari ilmu meringankan tubuh. Pemuda itu setiap pagi selalu berada di sungai, memperagakan ilmu peringan tubuhnya pada batu batu muntahan gunung wilis itu. Melompat-lompat pada bebatuan dan berjumpalitan di udara dengan ringannya.
Saat mereka beristirahat, Sembada menyatakan hendak berangkat tunaikan tugas.
"Sudah saatnya aku berangkat menunaikan tugas. Tinggal satu kewajibanku untukmu, menata urat syaraf dan nadimu. Jika bisa sediakan jeruk pecel untuk keperluan itu. Â Nanti malam dibilikmu kita lakukan"
"Iya kang. Kebetulan jeruk pecel yang kita tanam dulu kini banyak berbuah."Â
"Carilah secukupnya. Untuk melemaskan otot-ototmu yang tegang karena beberapa hari berlatih keras."