Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 22, Perjalanan Ke Padepokan (Cersil STN)

22 April 2024   09:50 Diperbarui: 1 Juni 2024   14:59 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah kau akan pergi kesana ?  Kenapa tidak minta izin padaku ?"

"Bukankah minta izin belakangan tidak apa-apa Mbok ?"

"Berapa lama kau akan tinggal di padepokan gurumu ?"

"Paling lama hanya sebulan.  Kecuali ada hal-hal tertentu yang mengharuskan aku tinggal di sana lebih lama ?"

"Kau tinggalkan aku sendirian di rumah ?"

"Terpaksa iya mbok.  Siapa yang akan aku minta menemani simbok di rumah ?  Dulu simbok juga sendirian."

"tentu Mbok.  Aku akan kembali kesini.  Dan tinggal disini menemai simbok."

"Baiklah. Pangestuku untukmu.  Semoga kau selamat di jalan."

Esok harinya Sembada berangkat pagi-pagi sekali.  Ketika matahari belum muncul, rumah-rumah pendudukpun masih tertutup rapat karena penghuninya masih tidur nyenyak Sembada telah melarikan kudanya menerobos pagi buta.  Sebagaimana dulu ia datang hanya membawa kain untuk mewadahi segala keperluannya di jalan, sekarangpun kain itu menyelempang di dadanya.  Hanya tongkat bambu tak lagi ia bawa.  Sekarang ia lebih percaya dengan cambuk yang melingkar di pinggangnya.

Ketika masih di tengah perkampungan penduduk, kudanya tidak ia larikan dengan cepat.  Namun setelah keluar pedesaan dan masuk jalan berbulak panjang kuda itu ia dera agar cepat berlari.  Seperti bayangan hitam kuda itu melezat membelah pagi yang masih dingin.  Dengan beraninya Sembada memasuki jalan yang membelah desa Sambirame.  Namun pagi itu tak ada penjagaan yang ketat di desa itu.  Sehingga ia bisa melaluinya dengan tenang.

Di dusun Suwaluh ia kurangi kecepatan lari kudanya.  Beberapa puluh langkah dari sebuah rumah yang penghuninya juga masih tidur itu ia berhenti.  Segera ia meloncat dari punggung kuda, dan menambatkan hewan itu pada sebuah pohon perdu di pinggir jalan. Dengan berjalan kaki ia berjalan mendekati rumah beratap ilalang yang dulu pernah disinggahinya.  Ia ambil beberapa keping uang dari kantong yang terikat dipinggangnya.  Meletakkan kepingan-kepingan uang itu di depan pintu rumah itu.  Kemudian ia balik berjalan kearah kudanya ditambatkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun