Sejak Sembada berhasil lepas sukma dengan raganya, daya ingatnya semakin tajam. Â Segala sesuatu yang pernah ditemuinya selalu tertanam dalam pada dinding ingatannya. Maka mantra ilmu sirep itu dapat ia ulang kembali pengucapannya dengan lancar.
Ki demang benar- benar heran dengan kemampuan Sembada. Pemuda ini mampu menyerap segala macam ilmu dengan mudah. Kelak anak muda ini akan merajai dunia persilatan dengan aneka ilmu yang berhasil dihimpunnya.
"Sebelum kau gunakan ilmu ini, sedapat mungkin kau harus mengenali kemana arah angin berhembus. Daya sakti ilmu ini mengalir bersama angin. Tidak sulit untuk mengetahuinya, cukup membuat perapian kecil. Kemana arah asap bergerak kesana pula angin mengalir. Â Perhitungkan sasaran ilmumu berada, jika mereka telah menghisap udara yang terbawa angin itu, tentu mereka akan terlena ."
Sembada mengangguk-anggukkan kepala. "Baik ki demang saya mengerti. Ternyata ilmu inipun butuh medium penghantar"
"Cobalah dulu ilmu itu sekarang. Agar kau mengenal pertanda bahwa udara di sekitarmu telah bermuatan daya sakti ilmumu." Perintah ki demang.
Sembada segera mengatur kembali posisi duduknya. Ia bersila dan bersedekap. Bibirnya bergerak-gerak tanpa menimbulkan suara, melafalkan mantra ilmu sirep yang baru dipelajarinya.
Udara pagi hari yang dingin itu tiba-tiba terasa sejuk dan nyaman. Semakin lama semakin kuat. Bahkan ki demangpun tiba-tiba menguap, dibelai udara yang sejuk dan nyaman itu.
"Haha kau berhasil Sembada. Akupun merasakan belaian ilmumu yang membuat pelupuk mataku memberat. Â Aku kira cukup sebagai latihan awal."
Sembada segera menghentikan percobaannya.
Namun kedua orang itu belum berniat keluar dari goa. Mereka menunggu gelap agar tak seorangpun mengetahui kedatangan mereka di goa itu. Â Ki demang bahkan memanfaatkan waktu yang sempit itu untuk berlatih. Ia ingin tahu pendapat Sembada tentang puncak iilmunya.
"Sembada sekarang saksikan aku menggerakkan puncak ilmu pamungkasku. Ilmu Sapta Dahana warisan mendiang ayahku. Sudah lama ilmu ini tidak aku latih. Bahkan sekalipun belum pernah aku pergunakan dalam pertempuran." Kata ki demang Sentika kepada Sembada.