"Besok aku akan mulai berpuasa. Â Pada malam hari kedua aku akan masuk goa itu. Â Ki demang dapat menjengukku setelah aku selesai menjalankan pati geni."
"Baiklah. Â Aku akan kesana tiga hari lagi. Â Sekarang aku pamit pulang."
"Baik ki demang. Â saya mengucapkan terima kasih atas pemberian ilmu itu. "
Ki demang Sentika segera mengambil kudanya yang tertambat talinya di pohon Lamtara. Â Ia meloncat ke punggung kuda itu. Â Sebelum pergi ia berpesan kepada Sembada. "Jangan kau tunda-tunda pergi melaksanakan tugas itu. Â Senopati Narotama tentu menunggu kapan kau akan berangkat. Â Jangan lupa mampir dulu ke rumahku jika kau jadi mengunjungi gurumu terlebih dahulu."
"Siap ki demang. Â Saya tentu akan mampir ke rumah ki demang sesuai pesan Senopati."
Tiga hari Sembada menjalani laku untuk melengkapi syarat pewarisan ilmu sirep. Â Ia kini telah berada di dalam goa di tepi sungai tempuran. Â Dua sungai yang arus airnya menyatu. Â Ia duduk di atas batu bermeditasi sejak matahari tenggelam di hari ketiga. Â Meski tubuhnya terasa lemah namun semangatnya menggelora. Â Ilmu ini sangat berguna baginya untuk menghadapi murid-murid Singa Lodaya di padepokan lodaya lereng Kelud sebelah selatan.
Menjelang dini hari ki demang Sentika datang. Ia melihat Sembada belum mengakhiri meditasinya. Lelaki tinggi kekar itu dengan sabar menunggu. Ketika cahaya matahari menerobos lubang kecil di atap goa pemuda itu membuka matanya. Sejenak ia menggerak-gerakkan tangan dan kakinya yang terasa kaku. Ketika darahnya telah lancar mengalir iapun berdiri menghampiri ki demang Sentika.
"Bagus. Kau telah berhasil menyelesaikan persyaratannya. Mendekatlah, dan duduk di depanku." Kata demang Sentika.
Sembada mendekat dan duduk di atas batu besar yang bagian atasnya rata itu. Mereka bersila dan bersedekap tangan. " Siaplah Sembada, aku akan misik mantra ilmu sirep kepadamu, tiga ulangan. Aku ucapkan mantra ini hanya dengan berbisik, sebagaimana pesan leluhur saat kita mejang ilmu. Agar tak ada satu telingapun boleh mendengar kecuali aku dan kau. Â Meskipun itu hanya telinga kutu walang ataga, atau serangga-serangga kecil di sekitar kita"
"Baik ki demang." Sembada menggeser duduknya lebih dekat ki demang Sentika.
Sejenak kemudian ki demang mengucapkan mantra ilmu sirep kalimat demi kalimat. Sembada mengulang kalimat- kalimat itu sampai selesai. Hal itu mereka lakukan hingga tiga kali ulangan. Â Setelah selesai ki demang meminta Sembada mengucapkan sendiri mantra itu.