Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 21, Ilmu Sirep (Cersil STN)

17 April 2024   10:47 Diperbarui: 1 Juni 2024   22:13 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kini sendirian Sembada di rumah.  Setelah tugas rutinnya di rumah ia selesaikan ia duduk di amben bambu depan rumah.  Terbayang kembali dalam angannya pertemuan semalam di tanah lapang dekat rawa pandan.  Sama sekali ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan senopati Narotama.  Punggawa praja sejak Prabu Darmawangsa berkuasa yang sangat dihormati para kawula.  

Ada kebanggaan tersendiri ia bisa bertemu dengan pembesar itu.  Apalagi kini ia dipercaya untuk mengemban tugas, mengambil kembali payung keramat milik kerajaan yang hilang.  Namun sangat ia sadari, tugas ini amatlah beratnya. Ia belum tahu letak padepokan Lodaya di lereng Kelud sebelah  selatan itu.  Apalagi kekuatan yang tersimpan di dalamnya.

Baru sebentar Sembada duduk di depan rumah, seekor kuda masuk regol halaman.  Di atasnya duduk dengan gagah seorang lelaki tegap kekar.  Ia tersenyum ketika bertatapan pandang dengan Sembada.

"Ki demang !!! " sapa Sembada seraya bangkit dari duduknya.  Ia segera menyalami tamunya dengan takzim.  "Ada keperluan apakah Ki demang datang menemui saya ? "

"Ada hal yang aku anggap sangat penting untuk aku sampaikan padamu Sembada." Kata Ki Demang Sentika.

"Kenapa Ki demang datang sendiri kemari ?  Bukankah bisa utusan untuk memanggil saya datang ke kademangan ?"

"Tentu kau agak rikuh datang ke kademangan karena Handaka atau Sekarsari." Jawab ki demang.

"Ahh tidak ki demang.  Aku toh sudah sering mengirim kayu bakar untuk dapur rumah ki demang."

"Jangan kau persoalkan kenapa aku yang datang mengunjungimu.  Kecuali ada hal yang aku anggap penting hendak aku sampaikan padamu, akupun layak menghormatimu sebagai kepercayaan Senopati Narotama.  Kedudukanmu tidak lebih rendah sekarang dari seorang demang.  Bahkan akulah yang seharusnya menghormatimu."

"Ah ki demang ada-ada saja.  Baiklah ki demang silahkan duduk di amben bambu ini. "  Sembada mempersilahkan ki demang Sentika duduk.  Iapun menerima tali kuda ki demang dan mengikat kuda itu pada sebuah batang pohon lamtara di halaman rumah Mbok Darmi.  Setelah menghidangkan pisang ambon kepada ki demang, Sembada duduk bersila di depan penguasa kademangan itu.

"Simbokmu ada di rumah ?"  Tanya ki demang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun