"Jika cambuk itu telah kau wariskan kepadanya, berarti dia telah mampu melakukan syarat-syaratnya. ?"
"Ya, Sentika.  Ia telah mampu meraga sukma.  Dan telah mendapat petunjuk dari guru sejatinya untuk melontarkan tenaga sakti  Tapak Naga Angkasa.  Dari tangannya atau ujung cambuk dapat terlontar cahaya putih kebiruan laksana kilat petir.  Apapun yang dikenainya pasti hancur.  Apalagi tubuhmu atau tubuh Handaka anakmu yang rada songong itu"
"Hebat.  Aku memang penasaran terhadapnya. Kakang Kidang Gumelar  Semakin aku tingkatkan ilmuku melawan dirinya, rasa-rasanya aku memang tidak mampu menggapainya."
"Ketahuilah Sentika. Â Anak inilah yang aku gadang-gadang menjadi senapati legendaris di negeri ini kelak. Janganlah kau mengganggunya. Â Ia hadir di sini hanya diperintah gurunya untuk meyakinkan keberadaan gadis putri majikan bapak ibunya."
"Jadi benar ia anak emban pamomong Sekarsari dan Sekararum, putra Wirapati pemimpin pasukan pengawal katumenggungan Gajah Alit ?."
"Ya, benar. Â Tapi jangan buka rahasia itu kepada siapapun. Sebelum tugas yang diembannya tuntas. Â Iapun mendapat perintah melacak keberadaan Songsong Tunggul Naga yang hilang itu."
Mendengarkan perbincangan kedua orang itu yang menyangkut dirinya Sembada diam saja. Â Sepatahpun ia tidak menanggapinya. Â Namun ia heran Demang Sentika ternyata sudah mengenal Ki Ardi, kakek tua yang telah mewariskan cambuk sakti yang diberi julukan Cambuk Nagageni.
"Nah Sentika, sampai di sini saja pertemuan kita. Â Sekali lagi jangan kau lanjutkan usahamu menjajagi ilmu Sembada. Â Kau akan tenggelam sendiri menyaksikan kedalamannya. Â Sembada dialah Sentika, paman gurumu. Â Ia adik seperguruan Menjangan Gumringsing yang telah banyak mencampur adukkan ilmunya dengan ilmu lain, hingga tidak karuan wujudnya."
Sembada membungkukkan badannya memberi hormat kepada Ki Ardi dan Ki Sentika. Â Kakek tua itu kemudian tiba-tiba lenyap entah kemana ia melayangkan tubuhnya. Â Ki Sentika terlihat geleng-geleng kepala.
"Sembada sampai di sini usahaku mengenalmu. Â Baik-baiklah kau tinggal bersama simbok angkatmu. Â Aku tidak akan lagi mengganggumu."
Ki Demang Majaduwur itupun meloncat dan pergi meninggalkan tanah lapang dekat rawa-rawa pandan di dusun Majalegi itu.