Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 15: Penjajagan Ilmu (Cersil STN)

25 Maret 2024   17:57 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:24 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbekal keterangan-keterangan itulah pada suatu malam yang gelap, Ki Demang keluar dari rumahnya untuk mencari Sembada.  Ia memakai pakaian serba hitam, dengan tutup wajah kain hitam pula mengamati rumah Mbok Darmi dari kejauhan.

Ketika ia melihat Sembada keluar dari halaman rumah dan berjalan di malam sepi itu, ia mengikutinya dari belakang. Ketika pemuda itu tiba-tiba menoleh, Ki Demang melempar sebuah pisau dengan cepatnya.

Sembada yang waspada dibuntuti seseorang dan mendengar sebuah benda meluncur ke arah dirinya segera meloncat kesamping dan bergulingan di tanah.  Sejenak ia melenting berdiri, di tangannya telah tergenggam sebuah batu sebesar kepalan tangan.  Iapun membalas lemparan pisau pembuntutnya dengan batu.

Demikian cepatnya batu itu melayang.  Namun ternyata pembuntutnya juga orang yang memiliki ilmu yang tinggi.

Bayangan serba hitam itu melenting tinggi ke atas, menghindari sambaran batu Sembada.  Bayangan itu berbalik dan melarikan diri setelah meninggalkan pesan dengan suara yang menggetarkan dada.

"Aku tunggu kau di tanah lapang dekat  rawa pandan."

Sembada tertegun sejenak.  Malam ini ia ingin ikut ronda bersama teman-temannya.  Sama sekali ia tidak membawa senjata apapun.  Tongkat dan cambuknya ia tinggalkan di rumah.  Sembada berpikir sejenak, apakah ia harus mengambil salah satu senjata itu ?  Akhirnya ia pulang mengambil cambuknya.

Sembada kemudian berjalan kearah rawa pandan yang ada di dusun Majalegi.  Di dekat rawa itu memang ada tanah lapang yang dapat dipakai untuk bertempur.  Lelaki yang membuntutinya telah menantangnya untuk bertempur di sana.
Dengan ilmu peringan tubuhnya yang matang sebentar saja ia telah sampai di tanah itu.  Di sana telah berdiri dengan gagahnya calon lawannya, yang membokong dirinya dengan lemparan pisau.  Ia sangat marah dengan pembokong semacam itu.  Perilakunya pertanda bahwa orang itu tidak menghargai sifat ksatria.

Dua bayangan hitam dalam gelap malam sudah berhadapan. Mereka saling pandang untuk menilai lawan satu sama lain.

"Bersiaplah sebentar lagi kau tinggal nama yang dikenal di dusun ini."

"Aku tidak mempunyai persoalan apapun denganmu, kenapa kau berani bersikap tidak kesatria membokongku dengan lemparan pisau."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun