Aku hanya tersenyum simpul. Tak menanggapi gurauan mereka. Segera aku keluar kamar, dan melanjutkan langkahku menuju lokasi acara akan diselenggarakan.
Nampak sebuah meja kecil dekat kwade, kursi pengantin, di atasnya lengkap sesajen yang aku minta, sesuai wisik itu. Â Ku ambil kursi mendekatinya. Sebelum aku mulai berdoa, aku minta gelas kosong kepada peladen (pembantu kerja dalam acara pernikahan Jawa ). Lelaki itu bergegas membantuku.
Setelah semua ubarampe aku anggap lengkap, segera aku mulai upacara kecil atur sesaji. Bungkusan di meja aku buka, bunga tiga warga aku ambil dan kumasukkan di gelas yang telah aku isi air dari kendi. Minyak wangi aku oles-oleskan pada semua barang di situ. Sebatang rokok surya aku ambil dari wadahnya. Aku olesi minyak wangi. -Dan kusulut.
Setelah tiga hisapan dan asapnya aku kebulkan pada semua ubarampe sesaji, rokok yang menyala itu aku letakkan. Asapnya terus mengepul, menggantikan asap dupa kemenyan yang mungkin akan menggangu.
Dengan bersedekap aku mulai berdoa. Semua permohonan dalam doa aku sampaikan tanpa suara, tapi bergema di relung hatiku saja. Ia meluncur dalam bahasa Jawa krama, tingkat tertinggi dalam struktur bahasa suku Jawa.
Rampung berdoa aku ambil daun pisang bekas  pembungkus bunga. Aku gulung dan kulipat. Agar ringkas terbuang di tempat sampah kutusuk dengan potongan lidi yang tadi jadi pengikat bungkusan. Tapi aneh. Daun pisang itu tak dapat aku tusuk.
Tiga kali aku berusaha. Yang kedua  dan ketiga kalinya telah aku kerahkan semua tenaga. Tapi tetap saja. Biting / potongan lidi itu tak mampu melubangi daun pisang itu.
Aku tak mau cemas. Hati aku usahakan tenang menghadapi keanehan ini. Akhirnya gulungan daun pisang aku buka lagi. Biting aku letakkan di tengahnya dan aku gulung lagi. Baru aku buang ke tempat sampah sambil berdoa. Memohon perlindungan dan keselamatan untuk semua.
Baru aku mulai kerjaku. Aku temui penjaga sound sistem, aku berikan kaset berisi gending-gending (tembang jawa diiringi bunyi gamelan) sebagai pengiring rangkaian acara, aku temui patah manten untuk bersepakat tentang urutan acaranya, terakhir aku temui calon temanten putri.
"Sudah nyekar orang tuamu ?" Aku bertanya.
"Sampun Pak, kala wingi. (Sudah Pak, kemarin)." Aku mengangguk.