"Ya,... itulah yang paling mengasyikkan. Â Bawa jajan dan amplop berisi uang."
"Berarti kamu penari ledek. Â Rombongan penari yang sering keliling desa-desa saat panen selesai. " muncul celetukan bernada sinis.
"Apa buruknya ledek ? Â Mereka tidak minta-minta. Â Tapi menjual jasa, menghibur masyarakat dengan keahlian tarinya."
"Tapi tidak saja menghibur dengan keahlian tarinya saja ? kadang..."
"Stop !!! Jangan diteruskan.  Aku tahu arah bicaramu.  Jangan kau lecehkan mereka dengan penyimpangan-penyimpangan perilaku  semacam itu. Karena faktor pemicunya banyak dan komplek. Satu sama lain berkelid berkelindan..Lebih baik fokus saja dengan keindahan tarinya."
Ternyata gadis yang berpenampilan kalem itu piawai juga berdebat. Â Keberaniannya bersikap terhadap hobi yang dipilihnya sungguh patut diacungi jempol.
Bilawa yang duduk di antara para siswa baru di aula itu hanya tersenyum saja melihat tingkah teman-temannya. Â Tak sekalipun ia bereaksi terhadap semua ucapan dua orang yang berdiri di depan itu. Â Hanya matanya saja yang terlihat memancar saat memandang gadis berambut panjang dengan sanggul kecil tepat di tengah kepala.
"Gadis itu manis sekali." Â Katanya di dalam hati.
****
Â
"Billll, Bilawaaa, itu kambingmu berteriak-teriak belum dikasih makan "Â
Terdengar teriakan emak dari dapur. Â Bilawa kaget dan melonjak bangkit dari tidurannya di ranjang. Â Ternyata dia baru saja melamun panjang.
Bergegas ia lari ke belakang. Â Dari kandang dua ekor kambing terdengar berulang kali mengembik keras. Â Rupanya ia minta jatah makan siangnya.