Jawaban itu bagi kila sangat memuaskan, karena hanya dengan selembar kain. Ia bisa dilindungi dan dijaga. Mungkin ibunya benar, jika ia dilindungi dari para laki-laki bangsat dipinggir jalan. Tetapi tidak dengan laki-laki yang berhijab dengan kebaikan.Â
Ia diajarkan ilmu agama oleh guru yang katanya pintar mengaji. Kila memang harus belajar ilmu agama dari siapapun, untuk menambah pemahaman agama nya secara holistik.Â
Pada saat itu, setelah selesai mengaji. Kila diberhentikan oleh guru ngajinya untuk Membicarakan sesuatu. Kila menurut saja, ia patuh pada guru. Katanya kan, berbakti pada guru itu satu hal yang terpuji, ilmunya barokah lebih kurangnya.Â
Mereka bedua saja duduk diruang tempat mengaji. Kila masih menggunakan hijab, peci di guru ngaji nya pun masih melekat. Guru itu memperhatikan kila dengan senyum saja. Kila hanya bisa menunduk, tetapi ia hanya berprasangka baik. Fikirannya bahwa guru itu memberikan satu wejangan kebaikan untuk dirinya di masa depan soal agama.Â
Tapi tak sesuai dengan ekspetasi. Guru itu langsung memegang kila dengan erat pada bagian mulutnya. Kila kaget dan memberontak, tapi apa daya. Ia hanya seorang perempuan berumur 15 tahun yang masih polos dan tak memiliki tenaga yang kuat untuk melawan.Â
Guru bajingan itu langsung memperkosa kila di ruang mengaji.Â
Tragedi itu adalah tragedi paling buruk di masa hidupnya. Kila tak lagi percaya tentang apapun. Dilecehkan oleh guru ngaji sebelumnya dianggapnya mampu membimbing dan menjadi tauladan baik untuknya. Itu di rusak saat itu. Kila sudah bukan perawan lagi, bahkan itu bukan subtansi fikirannya. Tetapi ia memilih untuk meninggalkan hidupnya selepas pristiwa itu.Â
Pergi entah kemana, tanpa tujuan. Ia hanya menginginkan menjadi orang baik bisa hidup dengan bahagia. Jauh entah kemana, Kehidupan nya berubah 180%.Â
Memilih untuk hidup di jalanan dengan teman-teman barunya. Ia melihat satu pandangan yang berbeda. Bahwa mereka anak jalanan yang dianggap tidak berguna lebih bermoral daripada guru yang memperkosanya. Setidaknya mereka masih menghargai wanita.Â
Hidup menjadi sosok aktivis perempuan untuk mengunggat ketidakadilan bagi perempuan. Belajar dari masa lalunya. Dibungkam oleh kepercayaan dan keyakinan baik, namun didalamnya terselip keburukan sangat besar. Ia tak lagi percaya tentang agama. Katanya, nilai nilai agama dan moral telah ia simpan di buku catatanya. Namun, tak peduli lagi apakah itu usang atau tidaknya.Â
Kepedulian nya hanya tentang manusia saja. Ia tak menginginkan perempuan menjadi sengsara karena budaya patriarki dalam ruang apapun. Karena apapun yang dimiliki perempuan adalah miliknya.Â