"Nggak papa." sahutku lesu. "Yuk, kita makan bakso saja. Aku traktir kamu, deh." kataku padanya. Lesti langsung berbinar. Aku tahu kelemahannya. Ia sangat suka sama bakso. Padahal ini hanya akalku saja, agar ia tak membombardir pertanyaan tentang perasaanku.
***
"Rinta, ini laporanmu?"
"Betul, kak."
"Ada sedikit typo. Coba baca sekali lagi."
Aku menerima uluran kertas yang diberikan padaku. Tadi malam, laporan itu aku kerjakan mati-matian. Telah aku baca berkali-kali. Perasaanku, tak ada yang typo. Tetapi, suatu typo bisa saja menghinggapi. Aku manusia biasa.
Kemudian kubaca laporan ini. Kata kak Taraka ada di halaman 3.
Dan, tiba-tiba wajahku pias. Inikah yang namanya typo? Saat aku membaca, tulisan itu jelas terbaca, tulisan tangannya.
"Rinta, aku ingin menjadi imammu kelak."
Apa-apaan? Ini serius?
Aku memandang tajam wajahnya. Ia seperti menunggu jawaban. Lalu aku harus menjawab apa? Gosip yang beredar ia sudah memiliki pacar. Mengapa menembakku? Mati dong, aku.